Terkait Kredit Macet Rp232 Miliar, Bank OCBC NISP Ungkap Perbuatan Melawan Hukum Susilo Wonowidjojo dan Pengurus PT Hair Star Indonesia
JAKARTA - Bank OCBC NISP akhirnya mengungkap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Susilo Wonowidjojo dan pengurus PT Hair Star Indonesia (PT. HSI), sehingga menyebabkan kredit senilai Rp232 miliar tidak dibayarkan. Para tergugat diduga dengan sengaja melakukan perubahan pemegang saham dan merombak susunan pengurus PT Hair Star Indonesia (PT. HSI) tanpa sepengetahuan Bank OCBC NISP sebagai pemberi kredit atau kreditur. Belakangan perubahan pemegang saham dan pengurus tersebut diikuti dengan pailit terhadap PT. HSI.
Sementara sesuai perjanjian kredit antara Bank OCBC NISP dan PT. HSI secara tegas dan jelas dinyatakan bahwa setiap perubahan pemegang saham dan pengurus perusahaan harus mendapat persetujuan pihak kreditur.
Kuasa Hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan mengatakan perubahan pemegang saham dan kepengurusan PT. HSI tanpa sepengetahuan Bank OCBC NISP terjadi ketika perusahaan produsen rambut palsu atau wig asal Sidoarjo, Jawa Timur ini masih memiliki utang ke Bank OCBC NISP.
- Siap-siap 131 Desa di Bojonegoro Bakal Miliki Jalan Baru, Ada Aspal dan Cor Beton
- Persebaya Kini Miliki Trisula Maut, Ferdinan Sinaga Lengkapi Ketajaman
- Musim Kemarau Diperkirakan Bakal Berkepanjangan, Petani di Jember Mulai Bangun Sumur
“Pada saat PT. HSI masih memiliki utang kredit kepada Bank OCBC NISP, terjadi perubahan pemegang saham dan susunan pengurus tanpa sepengetahuan Bank OCBC NISP. Padahal dalam perjanjian kredit, jika ada perubahan, harus terlebih dahulu menginformasikan dan mendapat persetujuan dari bank sebagai kreditur,” kata Hasbi di Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Perubahan pemegang saham itu dari PT Hari Mahardika Usaha (HMU), yang 99,99% sahamnya dimiliki Susilo Wonowidjojo, telah menjual seluruh kepemilikan sahamnya kepada Hadi Kristanto Niti Santoso sesuai akta tertanggal 17 Mei 2021. Hadi kemudian menjadi pemegang 50% saham di PT. HSI menggantikan PT. HMU, sisanya 50% oleh PT Surya Multi Flora. Dengan demikian Susilo Wonowidjojo melalui PT. HMU, tidak lagi menjadi pemegang saham PT. HSI. Selanjutnya PT. HSI melakukan perubahan kepengurusan.
Setelah PT. HMU yang dimiliki Susilo Wonowidjojo melepas sahamnya di PT. HSI, tiga bulan kemudian diikuti dengan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Surabaya yang mengabulkan permohonan PKPU oleh CV Duta Prima pada 21 Juli 2021. Yang kemudian pada 27 September 2021, PT. HSI dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada PN Surabaya No.57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby.
Hasbi menambahkan, Bank OCBC NISP meminta majelis hakim untuk mencermati transaksi penjualan saham PT. HMU di PT. HSI kepada Hadi Kristanto Niti Santoso. Selain pihak terafiliasi, penjualan saham yang dilakukan sesaat sebelum adanya gugatan PKPU di Pengadilan Negeri Surabaya oleh CV Duta Prima dan CV Kurnia Jaya yang akhirnya berujung pailit terhadap PT. HSI, dinilai sangat menguntungkan PT. HMU.
“Sangat tidak masuk akal ketika Bank OCBC NISP baru saja memperpanjang kredit senilai Rp 232 miliar, tiba-tiba kreditur dengan tagihan hanya Rp 340.250.000 bisa memailitkan. Ini merusak kepercayaan bank kepada para kreditur,” kata Hasbi.
Apalagi diketahui pada Juni 2021, HSI kembali mengajukan permohonan pencairan kredit ke Bank OCBC NISP sekitar ± US$ 233.000, tanpa memberitahukan adanya perubahan pemegang saham dan sudah adanya permohonan PKPU di Juni 2021.
Hasbi menjelaskan salah satu alasan Bank OCBC NISP menyetujui pinjaman kepada PT. HSI karena Meylinda Setyo adalah pemegang 50% saham dan menjadi Presiden Komisaris PT. HSI - merupakan istri dari Susilo Wonowidjojo. Selanjutnya Lianawati Setyo adalah adik dari Meylinda Setyo, menjadi Wakil Presiden Direktur PT. HSI. Susilo Wonowidjojo merupakan salah satu orang terkaya atau Konglomerat di Indonesia versi Majalah Forbes.
“Melihat dari profil pengurus dan pemegang saham ini, menjadi pertimbangan Bank OCBC NISP untuk memberikan pinjaman kepada PT. HSI. Perubahan susunan pemegang saham, direksi dan komisaris di PT. HSI tanpa adanya pemberitahuan dan persetujuan dari Bank OCBC NISP, merupakan bukti para tergugat dan turut tergugat telah melanggar perjanjian pinjaman yang dibuat pada 1 Agustus 2016 dan ini adalah perbuatan melanggar hukum,” kata Hasbi.
Melanggar Isi Perjanjian Kredit
Dari materi Duplik Tergugat 1, 2, 6, dan 10 yang masuk ke Pengadilan Negeri Sidoarjo pada 24 Mei 2023, para tergugat menyatakan gugatan Bank OCBC NISP termasuk kategori wanprestasi karena gugatan berkaitan dengan pelanggaran atas isi perjanjian kredit PT. HSI yang dilakukan oleh para tergugat dan turut tergugat 1.
Pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak atas perjanjian yang telah disepakati bersama termasuk dalam kategori wanprestasi. Dalam pokok perkara, tergugat 1, 2, 6, dan 10 menolak gugatan yang diajukan penggugat.
“Terlihat sekali para tergugat konsisten untuk melepaskan diri dari tanggungjawab membayar utang yang telah diberikan oleh Bank OCBC NISP selama bertahun-tahun yang perjanjiannya selalu diperbarui setiap tahun. Kalau punya utang ya harus dibayar, sayang sekali tokoh yang dikenal sebagai Konglomerat di Tanah Air berusaha mangkir bayar utang,” tutup Hasbi.
- Setahun, Fintech Salurkan Pendanaan Rp 99,15 T ke Sektor Produktif
- Kemenparekraf : Keuntungan Ekonomi Konser Coldplay Capai Rp167 T
- Ini Pemicu Gen Z Tinggalkan Smartphone
Pihak-pihak yang digugat oleh Bank OCBC NISP yakni: Susilo Wonowidjojo (tergugat 1), PT. Hari Mahardika Utama (PT.HMU) (tergugat 2), PT Surya Multi Flora (tergugat 3), Hadi Kristanto Niti Santoso (tergugat 4), Dra Linda Nitisantoso (tergugat 5), Lianawati Setyo (tergugat 6), Norman Sartono M.A (tergugat 7), Heroik Jakub (tergugat 8), Tjandra Hartono (tergugat 9), Daniel Widjaja (tergugat 10) dan Sundoro Niti Santoso (tergugat 11) serta PT. Hair Stair Indonesia (PT. HSI) (turut tergugat 1), Ida Mustika S.H (turut tergugat 2).