Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat  Didenda Bayar 25 Tempe, Langgar Aturan Ini

ifta - Sabtu, 23 September 2023 11:27 WIB
Kyai Nagawilaga (Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat)

YOGYAKARTA, Halojatim.com- Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat harus membayar denda sebanyak 25 Tempe.

Denda berupa membayar 25 tempe ini diberlakukan karena ada sebuah tradisi yang dilanggar.

Tradisi ini sudah ada sejak zaman kerajaan, dan turun temurun hingga saat ini.

Lalu apa tradisi itu?

Prosesi Sekaten Keraton Ngayogyakarta untuk memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW dimulai pada Kamis 21 September 2023 malam dengan upacara Miyos Gangsa.

Miyos Gangsa adalah upacara mengeluarkan dua perangkat gamelan pusaka keraton. Mereka adalah Kyai Guntur Madu dan Kyai Kangjeng Naga Wilaga. Gamelan tersebut dibawa dari Kraton ke Masjid Gede. Selanjutnya gamelan itu akan ditabuh setiap harinya hingga 28 September atau 12 Mulud dalam hitungan bulan Jawa. Setelah itu gamelan akan dibawa kembali ke Keraton dengan upacara yang disebut sebagai Kundur Gangsa. Antara dua proses inilah sebenarnya yang disebut sebagai Sekaten.

Tetapi ada aturan yang terpaksa dilanggar dalam proses Miyos Gangsa. Waktu untuk membawa dua pusaka itu bertepatan dengan malam Jumat. Sementara aturan yang ada pada malam Jumat keraton tidak boleh memainkan musik apapun.

Untuk tetap menabuh gamelan, ada sebuah denda yang harus dibayarkan ke Pengulon Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Berupa pasok denda selawe tempe atau menyetorkan denda sebesar 25 tempe.

“Aturan di Keraton itu, setiap malam Jumat itu tidak boleh ada bunyi-bunyian atau sesuatu yang bersifat hiburan. Tetapi, ada dawuh khusus dari Ngarso Dalem (HB X ) diminta untuk dapat berbunyi. Tetapi, memang syaratnya di Keraton itu kalau malam Jumat gamelan berbunyi itu harus pasok dendo selawe tempe (bayar denda 25 tempe). Kalau sekarang, ya, sekitar Rp 50.000,” kata Penghageng Kanca Wiyaga Kawedanan Krida Mardawa Mas Riyo Susilomadyo.

Berlakunya peraturan ini menganut perhitungan hari Jawa atau hingga Jumat siang. Ini karena dalam penanggalan Jawa jika memasuki Ashar telah memasuki hari baru atau Sabtu. “Untuk Jumat dari pagi sampai siang ini tetap tidak boleh berbunyi. Baru jam dua siang boleh berbunyi,” ujarnya.

Susilomadyo menuturkan prosesi Miyos Gangsa telah berlangsung sejak era Kerajaan Mataram. Hingga akhirnya kerajaan terpecah akibat Perjanjian Giyanti. Bahkan tradisi ini sudah ada dari zaman Kerajaan Demak yang dikembangkan oleh Sunan Kalijaga. Gamelan saat itu digunakan sebagai sarana dakwa dengan menarik orang datang ke masjid.

Tradisi ini tetap berlangsung baik di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

“Miyos Gangsa dan Kundur Gangsa sekaten ini seperti yang sudah dilaksanakan turun-temurun bertahun-tahun tidak banyak perubahan. Tetapi, ada juga sedikit variasi atau kondisi-kondisi insidental yang memang harus terjadi,” jelasnya ditemui di Kompleks Kepatihan Pemprov DIY, Jumat 22 September 2023.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Amirudin Zuhri pada 23 Sep 2023

Bagikan

RELATED NEWS