Jika Terbukti Melanggar, Ini Sanksi Pelaku Usaha Minyak Goreng
SURABAYA | halojatim.com - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menyebutkan dugaan kartel minyak goreng semakin menguat.
Hal itu dilihat dari kejadian selama ini di mana minyak goreng mulai naik harga secara signifikan sejak Oktober 2021. Namun saat itu, barang masih tersedia di pasaran.
Sejak pemerintah menerapkan harga eceran tertinggi (HET) satu harga Tp 14 ribu per liter, barang menjadi langka di pasaran. Dan setelah kebijakan HET satu harga dihapus, barang kembali tersedia di pasaran.
Baca Juga :
- https://halojatim.com/read/aplikasi-prima-ku-sudah-diunduh-1-juta-kali-pekan-imunisasi-dunia-jadi-momentum-optimalisasi-tumbuh-kembang-anak
- https://halojatim.com/read/pelindo-3-siapkan-20-terminal-buat-pemudik-lebaran
- https://halojatim.com/read/sediakan-300-vaksin-booster-di-terminal-bus
"Sinyal kartel itu semakin kuat. Direktorat Investigasi menangkap sinyal itu dan sudah melakukan penyidihan sejak akhir Januari 2022," kata Ketua KPPU Ri, Ukay Karyadi.
Ukay menjelaskan pelaku usaha minyak goreng ini tidak banyak. Mereka tergabung dalam delapan kelompok besar yang menguasai 70 persen pasar minyak goreng di Indonesia.
Delapan kelompok usaha ini sangat terintegrasi mulai hulu hingga hilir. Dan mereka memproduksi merek-merek yang ada di pasaran dan dikenal masyarakat luas.
"Mereka itu semuanya punya kebun kelapa sawit sendiri, seakan mereka sudah berkoordinasi untuk menaikkan harga ini," jelas Ukay.
Karena itu untuk kasus ini, KPPU mengenakan tiga pasal di Undang-Undang No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Tiga pasal itu yakni pasal 5 ayat 1 terkait dengan penetapan harga, pasal 11 terkait kartel dan pasal 19 huruf C terkait pembatasan peredaran.
“Tiga pasal itu untuk kasus nasional, sementara di daerah-daerah ada kasus yang berkaitan dengan pembelian bersyarat,” tandas Ukay.
Hingga kini, KPPU masih mengumpulkan satu bukti lagi untuk membawa kasus ini ke persidangan. Jika nantinya terbukti ada kartel, maka saksi pada pihak-pihak yang terlibat akan dikenakan.
Dikatakan Ukay, sanksinya per perusahaan atau per badan usaha per PT. Yakni sanksi per PT minimal membayar Rp 1 miliar atau maksimal 10 persen dari penjualan atau 50 persen dari keuntungan.
“Itungannya dari waktu kenaikan itu terjadi. Kalau missal kenaikan mulai terjadi Oktober 2021 hingga kini, maka kita tinggal hitung saja. Itu masih sanksi untuk satu pasal, kalau tiga pasal kena semua ya tinggal dikalikan tiga,” tandas Ukay.