Apakah Selama Ini Polisi Sudah Taati SOP Hadapi Pendemo? Aparat Harus Baca Ini

ifta - Kamis, 17 Agustus 2023 07:12 WIB
Aparat kepolisian tampak mengawal buruh yang mengikuti aksi unjuk rasa di Jalan Daan Mogot, Kota Tangerang, Banten, Rabu, 7 Oktober 2020. Aksi tersebut sebagai bentuk kekecewaan buruh atas pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR yang dianggap merugikan kaum buruh ( Foto: Panji Asmoro/TrenAsia)

Halojatim.com- Kasus kekerasan tidak jarang terjadi saat aparat kepolisian mengamankan pendemo.

Kasus aparat kepolisian melakukan kekerasan kepada pendemo juga sering terlihat, terlebih saat pendemo dianggap rusuh.

Terbaru adalah kasus kepolisian mengamankan aksi demonstrasi di Dago, Kota Bandung pada Senin 14 Agustus 2023 malam.

Dalam demo tersebut diketahui jika personel kepolisian bertindak represif ketika para peserta unjuk rasa yang memblokir jalan melakukan tindakan anarkis yang memicu kericuhan.

Bahkan viral aparat sampai masuk menggedor-gedor rumah warga.

Lalu bagaimana sebenarnya standar pengamanan pengunjuk rasa, dan bagaimana jika terjadi kericuhan?

Kepolisian bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Merujuk pada Pasal 13 Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2008, Personel Kepolisian berkewajiban untuk melindungi hak asasi manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tidak bersalah, serta menyelenggarakan pengamanan.

Bila terjadi kericuhan saat aksi demonstrasi, personel kepolisian harus bisa membedakan oknum yang bertingkah anarkis dan melanggar hukum dengan peserta lain yang tidak turut terlibat dalam tindakan tersebut.

Terkait adanya kericuhan dalam aksi unjuk rasa, seperti tercantum dalam Pasal 24 Perkapolri Nomor 9 Tahun 2008 Polisi harus menghindari tindakan – tindakan diluar kewenangannya.

Tindakan yang bersifat spontanitas dan emosional seperti mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau atau memukul harus dihindari oleh aparat.

Dalam mengamankan jalannya unjuk rasa yang ricuh, aparat juga harus berada dalam ikatan satuan/formasi dan tidak boleh keluar sendiri melakukan pengejaran massa secara perorangan. Tidak hanya itu, personel kepolisian juga harus patuh dan taat kepada perintah kepala satuan lapangan yang bertanggung jawab sesuai tingkatannya.

Meski terdapat oknum unjuk rasa yang bertindak anarkis, aparat harus memperlakukanya dengan baik dan dilarang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM serta perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undang.

Lebih lanjut, batasan polisi dalam mengamankan situasi unjuk rasa tercantum dalam Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman

Aparat dilarang melakukan hal-hal seperti bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa, melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur, membawa peralatan di luar peralatan dalmas seperti senjata tajam dan peluru tajam.

Bahkan hal yang terkadang dianggap kecil sekalipun seperti mengucapkan kata-kata kotor juga dilarang ketika dalam kondisi menjaga keamanan unjuk rasa. Selain itu, personel kepolisian dilarang untuk mundur membelakangi massa pengunjuk rasa, melakukan pelecehan seksual/perbuatan asusila dan memaki-maki pengunjuk rasa.

Berdasarkan dasar hukum yang telah disebutkan di atas, telah jelas diketahui jika aparat kepolisian yang bertugas saat menjaga aksi demonstrasi tidak diperbolehkan untuk melakukan aksi kekerasan dan melanggar HAM kepada peserta meski dalam kondisi ricuh sekalipun. Tindakan aparat harus tegas terukur seperti dalam undang-undang.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Khafidz Abdulah Budianto pada 16 Aug 2023

Bagikan

RELATED NEWS