Surabaya
Selasa, 21 Juni 2022 15:45 WIB
Penulis:ifta
Surabaya, Halojatim.com- Layanan kesehatan di Surabaya ditarget harus memberikan pelayanan cepat kepada pasien.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya memberikan target pelayanan maksimal dengan batas maksimal waktu tertentu.
Kepala Dinkes Kota Surabaya, Nanik Sukristina menyampaikan ada lima target IKO yang harus tercapai di tahun 2022.
Salah satunya adalah respon pelayanan pasien di puskesmas, kurang dari 25 menit.
“Dengan formulasi rata-rata waktu yang dibutuhkan pasien untuk kontak pertama dengan kesehatan sesuai dengan jadwal yang tercantum pada pendaftaran situs website E-Health,” kata Nanik.
Direktur RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Kota Surabaya Billly Daniel Messakh menyampaikan lima IKO target yang harus dicapai di tahun 2022.
IKO pertama adalah waktu tanggap pelayanan tenaga kesehatan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan target waktu kurang dari empat menit.
Hal ini terhitung, sejak pasien datang ke IGD hingga mendapat penanganan dari tenaga kesehatan.
“IKO kedua adalah waktu tunggu operasi elektif atau operasi yang terencana di poliklinik, yakni, setelah pasien mendapat diagnostik dan dokter memutuskan untuk dilakukan operasi hingga pelaksanaan operasi, dengan waktu kurang dari dua hari kerja,” kata Billy.
IKO ketiga adalah waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium, dengan waktu yang dibutuhkan kurang dari 140 menit, terhitung ketika pasien diambil sampel sampai dengan menerima hasil, yang telah dibaca oleh dokter.
“Pelayanan laboratorium adalah pelayanan pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah,” ujar dia.
IKO keempat adalah waktu tunggu pelayanan obat, dimana pasien harus menunggu proses dari obat racikan, maupun obat nonracikan.
Karenanya, waktu tunggu bagi pasien yang akan menerima obat racik, kurang dari 60 menit. Sedangkan, pasien yang akan menerima obat non racik, kurang dari 30 menit.
“Terhitung, saat resep obat diterima oleh instalasi farmasi sampai dengan obat itu diterima oleh pasien. Selain itu, kami juga memiliki layanan antar obat ke rumah, yakni untuk kasus racikan obat yang membutuhkan waktu lebih lama. Kami menawarkan untuk penghantaran obat secara gratis atau tanpa biaya,” ungkap dia.
IKO kelima adalah Bed Occupancy Ratio (BOR) RSUD Dr. Mohamad Soewandhie, yakni dengan target 84 persen.
“Nilai BOR ini dihitung dari jumlah hari perawatan rumah sakit dibagi jumlah tempat tidur dan dikali jumlah hari dalam satu periode,” kata dia.
Direktur Bhakti Dharma Husada (BDH) Kota Surabaya Bisukma Kurniawati, juga memiliki target IKO yang sama dengan RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Kota Surabaya.
Namun terdapat sedikit perbedaan pada tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit (BOR).
“Terakhir adalah BOR, yakni presentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran mengenai tinggi dan rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit, dengan target 60 persen,” pungkasnya.
Target IKO lainnya Dinkes Kota Surabaya, yakni temuan baru terduga Tuberculosis (TBC), dengan target temuan kasus sebanyak 60.804 orang dalam satu tahun.
TBC menjadi perhatian dan bagian IKO, karena kasus TBC selama ini banyak pasien atau pengidap yang menyembunyikan penyakitnya, serta jarang sekali mereka yang sadar untuk memeriksakan diri.
Selanjutnya adalah persentase keberhasilan pengobatan/succes rate kasus TBC dengan formulasi jumlah semua kasus TBC yang sembuh dan mendapat mendapatkan pengobatan lengkap, dibandingkan jumlah kasus TBC yang dilaporkan dan diobati.
Dengan target 90 persen. Kemudian, jumlah kepala keluarga (KK) yang memiliki akses terhadap jamban sehat, dengan target 8.477 KK.
Jamban juga menjadi target IKO, karena selama ini tidak sedikit masyarakat yang belum memiliki akses terhadap jamban.
Sebab, jika masyarakat BAB (di sungai atau di selokan) sembarangan akan menimbulkan banyak penyakit yang merugikan masyarakat di sekitarnya.
Terakhir adalah jumlah balita stunting yang mendapatkan asupan gizi sesuai standar Angka Kecukupan Gizi (AKG), dengan target 1.444 balita bebas stunting.
Formulasinya adalah jumlah balita stunting tanpa kelainan kongenital atau penyakit bawaan yang memiliki tingkat kecukupan gizi makro minimal 80 persen dari AKG. (*)
Bagikan
Surabaya
2 bulan yang lalu
bandung
3 bulan yang lalu