Sudah Tahu Perbedaan Wanprestasi dan Penipuan? Ini Bedanya

ifta - Jumat, 01 Desember 2023 06:48 WIB
Wanprestasi dan penipuan memiliki batasan yang tipis sebab pelaku kejahatan kerap membingkai perbuatannya secara prinsip-prinsip hukum perdata seperti melalui perjanjian dan kontrak sebagai modusnya. (Freepik.com)

JAKARTA, Halojatim.com - Sering kita dengar istilah soal wanprestasi. Banyak yang menganggap wanprestasi ini sama dengan penipuan.

Padahal keduanya memiliki makna dan pengertian yang berbeda.

Selain itu pelanggaran atas keduanya juga berbeda. Jika wanprestasi masuknya ranah perdata, maka penipuan masuknya ranah pidana.

Lantas apa perbedaan dari kedua perbuatan tersebut menurut hukum? Wanprestasi merupakan salah satu bagian dari hukum perdata yang secara singkat dapat diartikan sebagai perbuatan ingkar janji.

Dalam wanprestasi, terdapat prestasi yang dituntut oleh kedua atau salah satu pihak dalam perjanjian yang mengikat keduanya. Prestasi tersebut menurut Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) berupa untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

Berbeda dengan wanprestasi, penipuan masuk dalam ranah hukum pidana di mana perbuatan ini dilakukan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain melalui itikad tidak baik.

Pengaturan mengenai penipuan tercantum dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 492 UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Perbedaan Wanprestasi dan Penipuan

Letak perbedaan wanprestasi dan penipuan dapat dilihat dari tiga indikator yang meliputi ranah hukumnya, cara terjadinya, dan itikad dalam perjanjian yang dibuat. Secara hukum wanprestasi termasuk ranah perdata dan penipuan masuk ranah hukum pidana.

Indikator kedua yaitu cara terjadinya dimana penipuan berdasarkan pasal yang telah disebutkan di atas dilakukan melalui empat cara yaitu memakai nama palsu, memakai kedudukan dan martabat palsu, memakai tipu muslihat, dan memakai rangkaian kebohongan.

Adapun wanprestasi dapat terjadi jika salah satu pihak tidak memenuhi prestasi dari perjanjian yang telah disepakati, memenuhi prestasi dari perjanjian, namun tidak sebagaimana mestinya atau keliru, memenuhi prestasi dari perjanjian, namun terlambat; dan melakukan hal yang dilarang dalam perjanjian, dikutip dari laman LBH Pengayoman, Rabu 9 Agustus 2023.

Indikator ketiga yaitu mengenai itikad dalam perjanjian yang dibuat. Perikatan atau perjanjian dalam wanprestasi dibuat dengan itikad baik oleh kedua belah pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.

Berbeda dengan wanprestasi, penipuan sedari awal sudah tidak memiliki itikad baik dalam pembuatan perjanjiannya. Salah satu pihak memiliki itikad buruk untuk mengambil untung atas perbuatannya tersebut melalui perjanjian yang dilakukan.

Dari ketiga indikator yang telah dipaparkan, dapat diambil sebuah garis besar mengenai perbedaan wanprestasi dengan penipuan. Dalam terjadinya wanprestasi, kedua pihak tidak mengetahui sedari awal tentang akan adanya ketidakmampuan dari salah satu pihak untuk memenuhi prestasi tersebut.

Terdapat situasi diluar kehendak dari kedua pihak seperti adanya keadaan memaksa (force majeure) maupun kesalahan pada debitur sehingga prestasi tidak terpenuhi. Intinya perbuatan atau kejadian ini tidak diketahui oleh kedua pihak sedari awal perikatan dibuat.

Adapun penipuan, dilakukan dengan penuh kesadaran oleh salah satu pihak yang melakukan perikatan dengan itikad buruk. Pihak ini sudah merencanakan perbuatannya untuk mengambil untung dari pihak lainnya melalui serangkaian kebohongan yang tidak diketahui. Akibatnya, pihak lain akan dirugikan oleh pembuat tipuan tersebut.

Contoh kasus ketika A memberikan kredit kepada B dengan angsuran Rp2 juta tiap bulan selama satu tahun. Ketika memasuki bulan ke-5, pihak B tidak dapat mengangusr cicilan tersebut karena diberhentikan dari pekerjaannya misal. Keadaan ini yang disebut sebagai wanprestasi karena tidak memenuhi prestasinya kepada A selaku pemberi kredit.

Adapun penipuan terjadi ketika A berhutang pada B dengan jaminan sepeda motor. Saat jatuh tempo dan B akan mengambil motor A yang dijaminkan, kendaraan tersebut tidak ada. A hanya menggunakan BPKB palsu sebagai tanda ia memiliki sepeda motor untuk meyakinkan B agar memberinya utang.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Khafidz Abdulah Budianto pada 09 Aug 2023

Bagikan

RELATED NEWS