MSG Bahaya? Ini Penjelasan Pakar dan Ahli Gizi

Asih - Rabu, 24 Mei 2023 10:16 WIB
Media workshop yang bertajuk “Cinta Pakai Micin, Why Not?” digelar P2MI di Surabaya, Selasa (23/5/2023).

SURABAYA | halojatim.com - MSG (Monosodium Glutamat) atau biasa yang dikenal sebagai micin, adalah salah satu penyedap rasa semua masakan yang merupakan garam sodium atau natrium dari asam glutamat.

Natrium yang terdapat dalam MSG adalah natrium yang sama sebagaimana terdapat dalam garam dapur atau garam meja, sedangkan asam glutamat adalah asam amino yang secara alami terdapat dalam daging, ikan/seafood, sayuran seperti tomat, bawang putih, kentang dan sayuran lainnya, serta dalam rumput laut jenis konbu.

Asam glutamat lebih banyak lagi terdapat dalam makanan berprotein tinggi yang difermentasi atau yang diperam dalam waktu relatif lama seperti keju, kecap kedelai, kecap ikan, ikan peda dan sejenisnya.

Saat ini, semua orang sepertinya sudah tahu apa itu micin, dan juga pernah merasakan sedapnya masakan yang menggunakan micin. Micin atau MSG memiliki rasa yaitu rasa umami, salah satu rasa dasar dari lima rasa dasar, empat lainnya yang sudah diketahui yaitu asam, asin, manis dan pahit.

BACA JUGA :


Asam glutamat pada micin dapat meningkatkan rasa gurih atau rasa lezat masakan. Rasa gurihnya seperti gurih kaldu daging, bukan gurih santan, mentega atau margarin.

Berdasarkan sejarahnya, MSG pertama kali ditemukan di Jepang pada 1908 oleh seorang professor bernama Kikunae Ikeda.

Kikunae Ikeda mengekstrak dan mengkristalkan glutamat dari kaldu rumput laut konbu untuk dijadikan butiran MSG.

Banyak yang mengatakan bahwa micin dapat menyebabkan efek negatif pada kesehatan atau pemicu terjadinya kelebihan berat badan (obesitas), kanker, hingga disebut sebagai penyebab kebodohan.

Padahal telah dibuktikan dalam percobaan hewan, micin ini tidak menimbulkan efek negatif tersebut, sehingga memiliki nilai acuan keamanan yang disebut ADI (acceptable daily intake
atau asupan harian yang dapat diterima) “not specified”.

Menurut JECFA komite dunia yang mengkaji risiko penggunaan bahan tambahan pangan seperti MSG di bawah Food and Drug Administration (FDA) dan World Health Organisation (WHO).

Prof Hanifah Nuryani Lioe yang merupakan Dosen Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan MSG sebagai bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan dijelaskan pada Permenkes dan BPOM.

Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan menjelaskan MSG dikategorikan sebagai BTP penguat rasa.

Kadar penggunaan maksimum MSG dalam peraturan tersebut adalah CPPB, karena sifatnya tidak menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan (ADI tidak dinyatakan atau not specified).

Sehingga kadar penggunaan ditentukan oleh produsen pangan
dengan batasan secukupnya atau kadar yang paling rendah yang sudah memberikan rasa yang diinginkan.

Nilai ADI yang yang menunjukkan aman tersebut (karena bukan merupakan ADI numerik) yang dikeluarkan oleh JECFA di bawah join lembaga internasional Food and Drug Administration (FDA) dan World Health Organisation (WHO) membuat MSG juga aman jika ditambahkan pada masakan.

“Kandungan Na di MSG lebih sedikit dibandingkan garam dapur sehingga risiko hipertensi akibat konsumsi natrium berlebih lebih tinggi pada garam dapur pada takaran yang sama. MSG mengandung 13,6% Na atau 12% Na dalam bentuk MSG monohidrat, sedangkan garam dapur 39%Na. Penggunaan MSG dalam masakan bahkan dapat menurunkan penggunaan garam dapur yang normal," ujar Prof Hanifah saat media workshop yang bertajuk “Cinta Pakai Micin, Why Not?”, Selasa (23/5/2023).

Ahli Gizi dari RS Hermina Malang, dr Maretha Primariayu, M.Gizi menegaskan penambahan MSG pada makanan tidak mengurangi gizi dari makanan tersebut. Bahkan, asam amino glutamat yang terkandung dalam bumbu umami seperti Monosodium Glutamat (MSG) dapat membantu meningkatkan selera makan.

"Peningkatan selera makan ini membantu dalam pemenuhan
asupan gizi yang baik," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Editor: Asih

RELATED NEWS