Kasus Dispensasi Nikah di Jatim Tinggi, Ini Kata Pakar

Asih - Senin, 16 Januari 2023 19:05 WIB
Angka dispensasi nikah di Jatim masih sangat tinggi.

SURABAYA | halojatim.com - Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Surabaya memutuskan 15.212 kasus permohonan dispensasi nikah (diska) di Jawa Timur pada 2022.

Dari jumlah itu, tiga daerah tertinggi kasus adalah Pengadilan Agama Jember sebesar 1.388 putusan kasus, Pengadilan Agama Malang sebesar 1.384 putusan kasus dan Pengadilan Agama Kraksaan 1.141 putusan kasus.

Ini membuktikan kasus diska di Jatim ini sangat tinggi. Bukan hanya di Ponorogo yang viral akhir-akhir ini karena banyaknya permohonan diska.

BACA JUGA :


Dosen bidang kependudukan dan kesehatan reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Dr Lutfi Agus Salim mengungkapkan Jawa Timur memang masih tinggi angka absolut kejadian perkawinan anak.

Lutfi menjelaskan, perkawinan anak terjadi bisa disebabkan oleh empat faktor utama. Di antaranya faktor pendidikan, pemahaman agama yang sempit, ekonomi dan sosial budaya.

Lutfi juga menjelaskan kenaikan angka perkawinan anak di Ponorogo bisa saja disebabkan oleh pendidikan yang rendah. Remaja mencoba melakukan aktivitas seksual di masa berpacaran dengan pasangannya, sehingga mengakibatkan kehamilan di luar nikah dan akhirnya terpaksa terjadi pernikahan anak.

Dampak Perkawinan Anak

Perkawinan anak cenderung berdampak pada pihak perempuan. Secara umum, dampak yang timbul antara lain dampak pendidikan, ekonomi, psikologi, dan kesehatan. Terlebih jika melihat kasus yang ada di Ponorogo yang disebabkan kehamilan yang tidak diinginkan tentu akan berdampak pada segi kesehatan.

“Menikah muda berisiko tidak siap melahirkan dan merawat anak, berisiko kelahiran prematur, anak yang dilahirkan stunting, dan bisa membahayakan keselamatan bayi dan ibunya sampai pada kematian. Perkawinan anak juga mempunyai potensi terjadinya kekerasan seksual dan gangguan kesehatan reproduksi,” jelas Lutfi.

Upaya Pencegahan

Menurut Lutfi, diperlukan penegakan UU Nomor 16 tahun 2019 tentang batasan usia minimum pernikahan, yaitu 19 tahun dengan tindakan serius seperti penyediaan akses yang sama ke pendidikan dasar dan menengah yang berkualitas untuk anak perempuan dan laki-laki terutama dalam membahas edukasi seks sejak dini.

“Pemberdayaan anak perempuan secara komprehensif melalui sumber daya pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Termasuk dengan memungkinkan penyediaan informasi dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi,” jelas Lutfi.

Editor: Asih

RELATED NEWS