Penderita Kanker Serviks Bertambah 2-3 Kasus Per Jam , Ini Kata Ahlinya
SURABAYA | halojatim.com - Kanker serviks menjadi salah satu penyebab kematian tertiggi pada wanita di Indonesia.
Pasalnya, 75 persen kanker leher rahim ini baru ditemukan pada stadium lanjut.
Hal ini berbanding terbalik pada negara maju yang 75 persen kasusnya ditemukan pada stadium dini.
Dokter Spesialis Patologi Anatomik (PA) Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair), dr. Alphania Rahniayu, SpPA, Subsp.D.H.B (K) menyebut, ada 2-3 kasus kanker serviks baru per jam. Artinya setiap tahun ada 20.928 kasus baru.
BACA JUGA :
- https://halojatim.com/read/perubahan-digitalisasi-makin-cepat-asn-diperingatkan-untuk-tidak-gaptek
- https://halojatim.com/read/pelatih-persik-kediri-akui-pemainnya-banyak-lakukan-kesalahan-sendiri-segera-evaluasi
- https://halojatim.com/read/arema-fc-jadi-bulan-bulanan-klub-di-liga-1-pelatih-pasrahkan-nasib-ke-manajemen
Sementara itu, ada 1 kematian akibat kanker serviks setiap jamnya. Artinya setiap tahun kematian akibat kanker ini sebanyak 9.498 orang.
“Karenanya sangat disayangkan kalau kita tidak ada usaha untuk menurunkan angka kejadian ini,” ujarnya dalam Penyuluhan Pap Smear kepada Tenaga Kesehatan (Nakes) di RSIA Hikmah Sawi, Bangkalan secara daring, Rabu, 19 Juli 2023.
Berbeda dengan kanker lain, kanker serviks sudah diketahui jelas penyebab utamanya. 90 persen penyebab kanker ini adalah infeksi Human papillomavirus atau HPV. Virus ini menular melalui aktifitas seksual.
Sebenarnya, 75 persen wanita yang sudah menjalani hubungan seksual aktif, sebagian besar pernah terinfeksi virus HPV selama hidupnya. Namun pada sebagian orang dengan faktor resiko tertentu, infeksi HPV menetap dan menjadi kanker serviks.
“Beberapa kondisi yang menyebabkan virus ini kerasan dalam tubuh dan lama-lama membuat mutasi selnya menjadi sel yang ganas diantaranya hubungan seksual usia muda, berganti-ganti pasangan, kurang menjaga kebersihan daerah kelami,” tambah Wakil Departemen PA ini.
Selain itu anak banyak, kebiasaan merokok, dan suami yang tidak dikhitan, sering terkena infeksi daerah kelamin, wanita yang imunitasnya kurang baik juga menjadi faktor resiko kanker serviks.
Sayangnya, kanker serviks jarang menimbulkan gejala. Jika sudah menimbulkan gejala, berarti infeksi sudah melibatkan jaringan atau organ sekitar. Keputihan berkepanjangan dan berbau, haid setelah menopause, nyeri panggul dan nyeri setelah berhubungan merupakan tanda-tanda kanker serviks stadium lanjut.
Pentingnya Rutin Melakukan Skrining Lewat Pap Smear
Sebelum menjadi kanker serviks sebenarnya memerlukan waktu yang cukup lama. Inilah kenapa skrining harus rutin dilakukan untuk menurunkan angka kejadian kanker serviks.
Fase ini merupakan fase pra kanker. Di mana selnya belum menjadi ganas namun sudah tidak normal. Fase ini tidak menunjukkan keluhan apapun.
Diagnosa kanker serviks adalah dengan melakukan pap smear. Apabila deteksi dilakukan di fase pra kanker, maka kesembuhannya bisa mencapai 100 persen. Begitu juga jika terdeteksi di stadium 1.
Dr Etty Hary Kusumastuti menyarankan pap smear dilakukan setiap satu tahun sekali. Ini berdasarkan rekomendasi dari American Cancer Society.
Untuk menghindari lupa, Dokter Etty menyarankan agar Pap Smear dilakukan di momen-momen special. Misalnya saat ulang tahun, ulang tahun pernikahan, kenaikan kelas, sehabis lebaran dan lain sebagainya.
“Ini lebih mudah diingat sehingga tidak sampai terlewat lebih dari satu tahun,” terangnya.
Tidak perlu malu atau takut untuk melakukan Pap Smear. Karena skrining ini tidak menimbulkan nyeri, melalui pemeriksaan sederhana, tidak memerlukan obat-obatan, hasil cepat diketahui dan dengan biaya yang cukup terjangkau.
“Pap Smear ini merupakan metode skrinning kanker yang diakui paling berhasil. Akurasinya sebesar 88-98 persen,” tambahnya.
Pap Smear dianjurkan untuk dilakukan bagi wanita tiga tahun setelah aktif melakukan hubungan seksual dan sebaiknya dilakukan sebelum mengalami gejala apapun.
Dianjurkan Pap Smear dilakukan 5 hari setelah masa haid berakhir. Juga tidak dilakukan setelah melakukan hubungan seksual. Ini untuk menghindari kekaburan evaluasi sel.