Pemprov dan Petani Tembakau Jawa Timur Desak Deregulasi PP 28/2024 untuk Jaga Keseimbangan Ekonomi
JAKARTA – Polemik seputar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terus menjadi perhatian sebagai aturan yang berpotensi mempengaruhi jutaan orang yang terlibat dalam industri hasil tembakau, terutama di Jawa Timur. Pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjukkan atensi serius terkait kebijakan tersebut, menyusul ramainya desakan deregulasi dari banyak pihak di industri hasil tembakau.
Kepala Biro Perekonomian Pemerintahan Provinsi Jawa Timur, Aftabuddin RZ, menegaskan peran penting industri tembakau bagi perekonomian Jawa Timur. Posisi tersebut menempatkan sektor ini sebagai tulang punggung ekonomi daerah, sehingga terus mendapatkan perhatian khusus dengan melakukan tinjauan internal terkait pengembangan industri tembakau, termasuk implikasi dari PP 28/2024.
Aftabuddin mengakui, respons masyarakat terhadap PP 28/2024 di Jawa Timur sangat beragam. Koordinasi dengan berbagai pihak terkait, baik di tingkat industri maupun di lapangan terus dilakukan untuk mencari solusi terbaik.
- APLN Catatkan Penjualan dan Pendapatan Usaha Tumbuh 22,7% Jadi Rp 874,5 Miliar di Kuartal I 2025
- Di Forum Internasional Pupuk Indonesia Serukan Kolaborasi Global Demi Ketahanan Pangan
- Dorong Ekosistem AI dan SaaS, IDCloudHost Luncurkan Dedicated Server Berkelas Enterprise
Namun, ia menyadari bahwa terdapat sejumlah pasal dalam PP 28/2024 secara spesifik menyinggung industri pertembakauan yang kemudian menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri dan pekerja. Pemerintah Provinsi Jawa Timur khawatir terhadap dampak dari aturan tersebut, mengingat kontribusi signifikan industri hasil tembakau terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur.
"Kalau kita bicara PDRB, kita akan kehilangan karena 75% penduduk Jawa Timur itu bergerak di bidang pengolahan, termasuk industri hasil tembakau yang tidak sedikit sumbangsihnya kepada PDRB Jawa Timur. Terus terang, kita ingin melihat bagaimana kontribusi tembakau dari Jawa Timur," ujarnya dalam Forum Diskusi Jawa Pos 2025 di Surabaya.
Aftabuddin memaparkan data pendapatan dari cukai rokok yang menunjukkan besarnya kontribusi Jawa Timur bagi pendapatan negara. Dari Rp216,9 triliun cukai yang diterima pemerintah Indonesia, lebih dari 50% atau sekitar Rp133 triliun pada 2024 berasal dari Jawa Timur.
Lebih lagi mengingat posisi Indonesia sebagai salah satu produsen tembakau terbesar di dunia, masuk dalam jajaran bersama China, India, Brazil, dan Amerika Serikat (AS). Industri pertembakauan ini menurutnya juga mendorong konsep dari kita, oleh kita, untuk kita.
Pemerintah pun diakui tidak menutup diri terhadap masukan dan siap membuka saluran diskusi untuk membahas implementasi PP 28/2024. Seluruh pihak diminta untuk berdiskusi secara konstruktif mencari solusi demi kepentingan industri pertembakauan di Jawa Timur tanpa mengabaikan aspek kesehatan masyarakat.
“Kami siap memfasilitasi karena kami sedang mendiskusikan hal yang sedang hangat ini, bagaimana agar tidak ada imbas negatif terhadap industri dan pihak-pihak di dalamnya," imbuhnya.
PP 28/2024 Mengancam Petani Tembakau
Senada dengan hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan, Samukrah, menyampaikan ancaman utama yang dihadapi petani tembakau di Madura. Ancaman ini adalah regulasi-regulasi yang tidak berpihak, seperti PP 28/2024 dan wacana aturan turunannya seperti kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), aturan turunan PP 28/2024.
Ia menekankan pentingnya melibatkan pihak yang akan diatur dalam proses penyusunan kebijakan. Kebijakan pemerintah disebut bukan peraturan perusahaan yang bisa dibuat sepihak oleh direktur atau komisaris perusahaan. Peraturan pemerintah, baik pusat atau daerah, harus melibatkan banyak pihak dalam berdiskusi.
Samukrah mencontohkan salah satu pasal dalam PP 28/2024 yang dianggap kontraproduktif, yaitu larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Ia juga menyoroti dampak dari berbagai kebijakan lain seperti kenaikan tarif cukai yang tinggi yang mengancam keberlangsungan industri tembakau dan petani.
Keputusan itu membuat industri tembakau kelimpungan, sehingga membuat para petani tembakau menjadi korban. Ia khawatir kebijakan ini justru akan memberikan ruang bagi peredaran rokok ilegal yang lebih murah dan tidak terkontrol.
- TIM SEPAK BOLA PORPROV SIDOARJO SISAKAN 30 PEMAIN
- Maknai Hari Kartini, BRI Berdayakan Wanita Indonesia Melalui Program BRInita
- HORE, HARI INI NAIK BUS TRANS JATIM GRATIS
"Jadi asumsi di masyarakat ini justru memberikan ruang kepada rokok-rokok ilegal untuk memproduksi besar-besaran," pungkasnya.