Dinilai Tekan Pendapatan Sektor Periklanan dan Pedagang Tradisional, Dua Asosiasi Ini Kompak Minta Pembatalan Pasal Tembakau di PP 28/2024
SURABAYA – Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) terus menuai kontroversi sehingga muncul desakan deregulasi dari berbagai pihak. Desakan tersebut tidak hanya berasal dari industri hasil tembakau, tetapi juga dari sektor periklanan luar ruang dan pedagang tradisional yang menghadapi penurunan pendapatan signifikan.
Regulasi yang membatasi iklan dan promosi produk tembakau ini memiliki efek domino yang luas. Industri periklanan luar ruang, yang selama ini mengandalkan pendapatan dari iklan rokok, kini tercekik. Larangan pemajangan iklan dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak dianggap terlalu ketat dan tidak relevan untuk menekan prevalensi perokok.
Selain itu, terdapat berbagai pasal yang sulit diimplementasikan di lapangan karena berpotensi menimbulkan pemahaman yang beragam, termasuk Pasal 449. "Aturan radius inilah yang bermasalah dan akan mematikan bisnis kami, sehingga kami meminta pembatalan pasal tembakau yang ada di PP 28/2024," ujar Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Media Luar-Griya Indonesia (AMLI), Fabianus Bernadi, dalam Forum Diskusi Jawa Pos 2025 bertajuk "Membedah Dampak Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 Terhadap Keberlangsungan Industri Tembakau dan Industri Turunannya di Jawa Timur" di Surabaya.
- APLN Catatkan Penjualan dan Pendapatan Usaha Tumbuh 22,7% Jadi Rp 874,5 Miliar di Kuartal I 2025
- Di Forum Internasional Pupuk Indonesia Serukan Kolaborasi Global Demi Ketahanan Pangan
- Dorong Ekosistem AI dan SaaS, IDCloudHost Luncurkan Dedicated Server Berkelas Enterprise
Fabianus mengungkapkan bahwa pendapatan iklan luar ruang telah menurun sekitar 50% sejak isu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) muncul pada akhir 2023, sebagai aturan turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. "Sebagai petunjuk pelaksanaan dari UU Kesehatan, kami sangat terkejut ketika Rancangan PP itu berisi larangan total untuk semua iklan promosi. Kami di asosiasi periklanan dibuat syok. Lalu, kami akan beriklan apa?" imbuhnya.
Setelah PP 28/2024 diterbitkan pada September 2024, situasi kian memburuk. Banyak perusahaan reklame hanya mampu mempertahankan sekitar 20% dari volume bisnis sebelumnya. Fabianus bersama 11 asosiasi periklanan telah menyampaikan keberatan kepada Menteri terkait dan Presiden, namun tidak membuahkan hasil signifikan.
Industri periklanan luar ruang menilai bahwa regulasi sebelumnya, PP 109/2012, sudah cukup ketat. Namun, PP 28/2024 dianggap tidak memberikan ruang bagi industri untuk bertahan.
Pedagang tradisional juga merasakan dampak negatif dari penerapan PP 28/2024 sehingga mengalami kerugian yang signifikan. Sekjen DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburrahman, mengakui adanya penurunan omzet hingga 30% bagi pedagang rokok di pasar tradisional. Penurunan daya beli masyarakat secara umum dan maraknya penjualan daring juga turut berkontribusi.
Mujiburrahman menyoroti perubahan perilaku konsumen yang kini lebih memilih membeli rokok secara sembunyi-sembunyi, mengarah pada peningkatan penjualan rokok ilegal. "Penjualan rokok tidak sepenuhnya menurun, hanya berganti cara belinya menjadi lebih tertutup," katanya.
- TIM SEPAK BOLA PORPROV SIDOARJO SISAKAN 30 PEMAIN
- Maknai Hari Kartini, BRI Berdayakan Wanita Indonesia Melalui Program BRInita
- HORE, HARI INI NAIK BUS TRANS JATIM GRATIS
PP 28/2024 tidak hanya mengancam keberlangsungan industri periklanan dan pedagang tradisional, tetapi juga menggerus ekosistem yang melibatkan banyak lapisan masyarakat. Oleh karena itu, ia turut mendesak agar pasal-pasal tembakau dalam PP 28/2024 dibatalkan. Sebab, bagi Mujiburrahman, regulasi yang adil harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak, terutama lebih dari enam juta pekerja yang terlibat dalam rantai sektor IHT.