Jumat, 21 Januari 2022 07:34 WIB
Penulis:Asih
Editor:Asih
JAKARTA | halojatim.com - Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur sudah lebih dulu menyatakan crypto haram. Kemudian Majelis Ulama Iddonesia (MUI) juga menyatakan mata uang virtual itu juga haram.
Kini Tajdid PP Muhammadiyah juga mengeluarkan fatwa haram terkait penggunaan cyipto sebagai alat investasi dan transaksi. Adanya unsur ketidakpastian, perjudian dan belum disahkannya mata uang virtual sebagai mata uang resmi menjadi alasan di balik fatwa haram tersebut.
Meski PP Muhammadiyah sudah menyatakan mata uang virtual sebagai sesuatu yang haram dalam keterangan resminya, namun organisasi Islam itu turut menjelaskan bahwa fatwa masih dapat berubah. Majelis Tarjih menyadari bahwa fatwa bersifat dinamis sehingga dapat tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan pada umat Islam.
Majelis Tarjih bahkan pernah mengharamkan kegiatan melukis dan menggambar. Namun, fatwa itu diubah dengan syarat kedua kegiatan itu tidak dilakukan dalam rangka sesembahan.
Anggota Divisi Kajian Ekonomi Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Mukhlis Rahmanto menilai, mata uang mata uang virtual masih memiliki kemungkinan untuk mengalami perubahan karena perkembangan teknologi
Ia mengakui, meskipun tidak banyak negara yang meresmikan mata uang virtual , namun animo yang ditimbulkannya tidak bisa dipungkiri.
Menurut Mukhlis, banyak pengamat yang memprediksi fenomena mata uang virtual sebagai bagian penting dari perkembangan ekonomi digital yang tidak dapat dihindari seiring dengan perkembangan saya.
“Hemat pandangan pribadi saya, ke depan bisa saja terjadi perubahan fatwa tentang cryptocurrency, baik sebagai instrumen investasi maupun alat tukar jika misalkan beberapa persyaratan pentingnya bisa terpenuhi,”ujar Mukhlis.
Muhammadiyah mengharamkan mata uang virtual karena tidak adanya underlying-asset sehingga menyebabkan ketidakjelasan.Namun, jika dalam perkembangannya mata uang kripto dapat memenuhi syarat underlying-asset dan kepastian hukum dari negara untuk melindungi konsumen, status fatwa terkait mata uang virtual dapat berubah.
Jika ditinjau sebagai alat transaksi, mata uang virtual dinilai harus memenuhi setidaknya dua syarat, yaitu dapat diterima oleh masyarakat dan disahkan oleh negara yang dalam hal ini dapat diwakili otoritas resmi.
Jika kedua syarat itu dapat dipenuhi, maka pihak Muhammadiyah pun akan tetap menilai mata uang mata uang virtual sebagai sesuatu yang haram hukumnya.
Mukhlis pun mengimbau agar masyarakat lebih berhati-hati terhadap kripto sebagai sesuatu yang belum bisa dikenali secara pasti dan sebaiknya mematuhi fatwa yang sudah diresmikan.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 20 Jan 2022
Bagikan