Muhammadiyah Kecam Aksi Brutal Polisi di Rempang, Desak Cabut Program Rempang Eco-City

Kamis, 14 September 2023 07:47 WIB

Penulis:ifta

Editor:ifta

20312-rempang-eco-city.jpg
Ilustrasi Rempang Eco City.

Halojatim.com- Reaksi datang dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pasca adanya tindakan brutal kepolisian kepada warga di Rempang.

PP Muhammadiyah mengecam tindakan tersebut termasuk juga meminta pemerintah mencabut program Rempang Eco-City dari proyek strategis nasional (PSN) lantaran syarat akan permasalahan.

Dilansir dari laman Jogjaaja, Pernyataan itu disampaikan Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Hikmah Busyro Muqoddas dalam keterangan resmi, Rabu 13 September 2023. Muhammadiyah menyebut payung hukum Rempang Eco-City baru disahkan pada 28 Agustus 2023 melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Daftar PSN.

Namun proyek tersebut dinilai tidak pernah dikonsultasikan secara bermakna kepada warga terdampak di Rempang. “Meminta Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco-City sebagai PSN,” demikian pernyataan Muhammadiyah dalam keterangan tertulis.

LHKP dan Majelis Hukum & HAM PP Muhammadiyah menyayangkan pemerintah yang menggusur warga Pulau Rempang demi kepentingan industri swasta. Muhammadiyah juga mengecam pengerahan TNI dan polisi secara berlebihan untuk menangkal protes warga. 

Menurut Muhammadiyah, sikap represif aparat untuk memaksa warga pindah sangat brutal dan memalukan.

“Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau untuk segera membebaskan sejumlah warga yang sedang ditahan serta menarik seluruh aparat bersenjata dari lokasi konflik.”

Muhammadiyah mempertanyakan pemerintah yang terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengusir masyarakat yang telah lama hidup di sebuah kawasan. Sejumlah warga di Rempang bahkan sudah menghuni kampung halamannya sebelum Indonesia merdeka. 

“Melalui penggusuran paksa itu, negara mempertontonkan keberpihakan nyata kepada investor yang bernafsu menguasai Pulau Rempang untuk kepentingan bisnis mereka berupa Proyek Eco-city seluas 17.000 hektare”.

Lebih lanjut, LHKP dan MHH PP Muhammadiyah menilai pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyatakan 'tanah di Pulau Rempang belum pernah digarap' sangat keliru. Faktanya, masyarakat di sana telah ada sejak tahun 1834.

"Menko Polhukam tampak jelas posisinya membela kepentingan investor swasta dan menutup mata pada kepentingan publik, termasuk sejarah sosial budaya masyarakat setempat yang telah lama dan hidup di pulau tersebut”.

Gagal Jalankan Konstitusi

LHKP dan MHH juga menilai penggusuran di Pulau Rempang menunjukkan kegagalan pemerintah menjalankan mandat konstitusi Indonesia. Padahal UUD 1945 menyebutkan tujuan pendirian negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sebagai informasi, pemerintah berencana merelokasi warga Rempang, Batam karena adanya proyek pembangunan pabrik kaca terintegrasi hasil kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Xinyi Group asal China. 

Adapun total investasi dalam pembangunan tersebut senilai US$11,5 miliar (setara Rp117,42 triliun). Proyek tersebut menyerap tenaga kerja kurang lebih hingga 30 ribu orang.

Pulau seluas 17.000 hektare itu akan dikembangkan menjadi kawasan industri, perdagangan dan wisata dengan estimasi investasi sampai tahun 2080 mencapai Rp381 triliun. Pemerintah juga menargetkan penyerapan 306.000 tenaga kerja hingga tahun 2080 dalam proyek di kawasan tersebut.