Siap-siap, THR Bakal Dipotong Pajak Lebih Besar, Ini Hitungannya
Surabaya, Halojatim.com- Pemerintah akan mengenakan potongan pajak untuk karyawan yang menerima tunjangan hari raya (THR).
Potongan pajak THR tahun akan lebih besar setelah pemerintah menetapkan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dengan tarif efektif bulanan.
- Ada 1,4 Juta Kursi Pesawat yang Disiapkan Garuda untuk Mudik, Surabaya hingga Padang jadi Fokus
- DUH, DI GBT, PERSEBAYA DITAHAN MADURA IMBANG TANPA GOL
- Beras Naik, Paleo Diet Jadi Pilihan
- 51.750 TIKET KA LEBARAN TERJUAL DI DAOP 7 MADIUN
Lalu bagaiamana cara penghitungannya?
Merujuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023, besaran PPh 21 dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan Peraturan Pemerintah (PP) 58/2023 dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima karyawan tetap dalam satu masa pajak.
“Sesuai ketentuan, penghitungan PPh 21 dengan tarif efektif, jika THR diterima pada bulan tersebut, maka diakumulasi menjadi bruto untuk pemotongan PPh 21 pada bulan bersangkutan, tidak dapat dipindahkan ke bulan lain,” tulis akun Twitter (X) Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dikutip Kamis, 14 Maret 2024.
Penjelasan Ditjen Pajak tersebut merespons pertanyaan seorang warganet di Twitter akhir pekan lalu. Dia menanyakan soal perhitungan PPh 21 tarif efektif rata-rata (TER) untuk penerimaan THR. “Untuk tunjangan THR, apakah boleh dihitung di masa akhir pajak [Desember]? Karena jika dimasukkan pada bulan tunjangan [THR] itu dikeluarkan, untuk pajak yang dikenakan bisa dua kali lipat,” ujarnya.
Dalam PMK, penghasilan yang diterima pegawai tetap baik bersifat teratur maupun tidak teratur masuk dalam obyek pajak PPh 21, berupa pajak penghasilan dari bonus, THR, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur.
Artinya, penghasilan yang diterima pegawai tetap baik bersifat teratur maupun tidak teratur akan dikenakan pajak.
Sehingga, perhitungan kedua penghasilan tersebut dijumlahkan kemudian dikenakan pemotongan pajak berdasarkan tarif TER.
Apabila karyawan menerima penghasilan tidak teratur seperti THR dalam suatu masa pajak, maka penghasilan tersebut digabungkan ke penghasilan bruto. Hal itu merupakan penghasilan kotor yang diterima karyawan selama satu tahun.
Adapun untuk penentuan PPh 21 terutang, penghasilan bruto karyawan harus dikalikan dengan tarif TER bulanan berdasarkan status penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari karyawan tetap yang menerima penghasilan tersebut.
Misal, pegawai tetap bernama Bani merupakan seorang laki-laki yang belum menikah dan tidak memiliki tanggungan atau disebut dengan TK/0. Bani menerima penghasilan bruto dari perusahaan senilai Rp7,5 juta per bulan pada masa pajak Februari 2024.
Dengan penghasilan yang diterimanya, Bani dikenai PPh 21 dengan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1,25%. Kemudian, pada masa pajak Maret 2024, Bani menerima THR satu kali gaji sehingga penghasilan bruto yang diterimanya menjadi Rp15 juta.
Artinya, ada perubahan tarif efektif bulanan kategori A atas penghasilan bruto sebesar Rp16 juta adalah 6%. Meski ada penerapan TER dalam perhitungan pajak tersebut, penerapan tarif efektif ini tidak menimbulkan beban pajak baru dalam satu tahun untuk seluruh tingkat penghasilan.
Apabila ada kelebihan potongan PPh 21 pada masa pajak Januari hingga November dibandingkan PPh 21 terutang dalam setahun, kelebihan tersebut harus dikembalikan kepada karyawan. Pengembalian harus dilakukan perusahaan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir.
Ditjen Pajak sendiri menyiapkan dua instrumen untuk memudahkan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21, Instrumen tersebut adalah alat bantu hitung PPh Pasal 21 (kalkulator pajak) yang dapat diakses melalui situs pajak.go.id.
Ada pula buku pedoman penghitungan pemotongan PPh 21 yang dapat diakses melalui tautan pajak.go.id/id/sinopsis-ringkas-dan-unduh-buku-cermat-pemotongan-pph-pasal-2126. ***
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 14 Mar 2024