Sebelum Membuatnya, Ketahui Dulu Asal Kata Kolak
SURABAYA | halojatim.com - Kolak menjadi salah satu santapan yang sering dijumpai saat Ramadan.
Memiliki rasa manis gurih lantaran perpaduan gula merah dan santan menjadikan hidangan ini sebagai favorit disantap saat berbuka.
Di Indonesia, kolak biasanya terbuat dari berbagai macam bahan di antaranya ubi, pisang, labu hingga tepung beras/ketan yang diolah menjadi biji salak.
Meski pada dasarnya kolak merupakan makanan yang bisa dibuat dan dikonsumsi oleh siapa saja, lantas di Indonesia, mengapa kolak lebih familiar digunakan sebagai takjil buka puasa?
Mengutip pendapat dari sejarahwan sekaligus penulis buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah makanan Indonesia, Fadlu Rahman, kolak kemungkinan berasal dari kata khalik yang memiliki makna sang pencipta.
Beberapa sejarawan mengatakan bahwa kolak merupakan sarana yang digunakan para pendakwah untuk menyebarkan agama Islam di masa lalu.
Arkeolog sekaligus dosen sejarah Universitas Negeri malang, Dwi cahyono lewat sebuah pernyataannya dalam Historia mengatakan hal serupa. Ia mengatakan bahwa bahan umum pada kolak, yakni pisang kepok merujuk pada kata kapok yang punya arti jera dalam bahasa Jawa.
Ia menambahkan, lambang pisang kepok pada kolak ini digambarkan sebagai peringatan agar manusia jera dalam berbuat dosa.
Pun halnya dengan bahan lain, yakni ubi. Dalam bahasa Jawa, ubi dikenal dengan sebutan telo pendem. Ubi dalam kolak menyiratkan manusia untuk mengubur kesalahan mereka dala-dalam dan selalu introspeksi diri.
Bahan dasar lainnya dalam kolak yakni santan pun rupanya merupakan penggambaran dari permohonan maaf. Sebagaimana diketahui, dalam bahasa Jawa, Santan disebut dengan santen yang merupakan kependekan dari kata "pangapunten" atau permintaan maaf.
Tiga unsur di atas jika disatukan dan diterapkan selama bulan Ramadhan tentunya menggambarkan upaya kedekatan dengan sang pencipta, yakni sang khalik.
Meski filosofi mengenai kolak saat ini tak diketahui banyak orang, namun hingga saat ini, citra kolak sebagai makanan khas Ramadan masih ada.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rizky C. Septania pada 20 Mar 2023