Produk Impor di E-Commerce 90 Persen Dijual UMKM Reseller

Asih - Jumat, 24 November 2023 13:59 WIB
null

JAKARTA | halojatim.com - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki melaporkan sekitar 90 persen produk impor yang dipasarkan di e-commerce di Indonesia dijual oleh pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang tidak mempunyai produk sendiri atau disebut reseller.

Teten menjelaskan para pelaku UMKM terpaksa melakukan praktik tersebut karena produk-produk yang mereka produksi sulit bersaing dari segi harga dengan produk impor. Selain harga dasarnya yang sudah murah, Teten mencatat produk impor juga mendapat subsidi sehingga menjadikannya lebih terjangkau.

"Setelah kita evaluasi tiga bulan ke depan, perlu ada pengaturan mengenai batas minimum harga yang dijual di e-commerce," ujar Teten ketika ditemui awak media di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM pada Kamis, 23 November 2023 di Jakarta dilansir Antara.

Dari total 22 juta UMKM yang kini beroperasi di ranah digital, Teten menyampaikan mayoritas di antaranya merupakan UMKM reseller yang fokus pada penjualan produk impor khususnya barang konsumsi atau consumer goods. Namun untuk UMKM kuliner, Teten menyebutkan para pelakunya rata-rata memiliki produk sendiri.

"Tapi kalau yang di sektor consumer goods di luar kuliner, sebagian besarnya impor," ujar Teten.

Teten menyebutkan Indonesia memiliki pangsa pasar digital yang kuat sehingga menarik banyak investor di sektor ekonomi digital untuk berpartisipasi di negara ini. Teten juga mencatat hal tersebut tidak hanya meningkatkan jumlah penjual produk impor di platform e-commerce tetapi juga menunjukkan daya tarik besar bagi para investor.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah memperingatkan agar Indonesia tidak terjerat dalam kolonialisme modern akibat ketergantungan pada barang impor yang dijual dengan harga murah di platform e-commerce.

Presiden Jokowi mencontohkan banyaknya barang impor, seperti baju seharga Rp5.000, yang dijual dengan harga sangat murah di e-commerce. Barang-barang tersebut dianggap sebagai produk hasil penjualan dengan harga rugi atau "predatory pricing," sehingga perlu mendapatkan perhatian yang cermat.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Bintang Surya Laksana pada 24 Nov 2023

Editor: Asih

RELATED NEWS