Perokok Adiktif akan Tetap Membeli walau Dilarang Beli Batangan

Asih - Rabu, 28 Desember 2022 18:52 WIB
Larangan pemerintah tidak akan efektif untuk menekan jumlah perokok.

SURABAYA | halojatim.com - Pada 23 Desember 2022 lalu, Presiden Joko Widodo resmi menandatangani larangan penjualan rokok per batang.

Larangan itu dimuat dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.

Larangan tersebut didasari oleh usulan Kementerian Kesehatan yang mengungkap peningkatan perokok pemula di Indonesia selama dekade terakhir.

Menanggapi hal tersebut, Prof Dr Bagong Suyanto, pakar sosiologi ekonomi Universitas Airlangga memberikan tanggapannya.

“Mengerem kebiasaan merokok masyarakat menengah ke bawah tidak cukup hanya melalui pelarangan, tapi perlu mengubah kesadaran. Ini adalah soal pemahaman mengenai bahaya rokok itu sendiri yang perlu digali dan dipulihkan kembali,” ucapnya.

Menurut Prof Bagong, larangan tersebut tidak sepenuhnya menjadi solusi yang baik dalam mengurangi jumlah konsumsi rokok. Ia mengungkapkan, perokok yang telah kecanduan akan tetap membeli rokok meskipun tidak dapat lagi membeli secara batangan.

“Perokok adiktif akan beli dalam jumlah banyak sehingga penjual rokok tetap akan dapat untung dan tidak akan kapok,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Prof Bagong, potensi bagi masyarakat untuk beralih menggunakan rokok elektrik dibanding rokok tembakau kebanyakan hanya dimanfaatkan oleh golongan menengah. Akibatnya, rokok tembakau tetap akan marak digunakan.

Dalam paparannya, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair itu juga menilai iklan yang mengajak masyarakat untuk tidak merokok tidak akan efektif selama masyarakat tetap menutup mata dari bahaya merokok.

“Jadi, yang perlu dilakukan adalah promosi bagaimana menciptakan nilai baru soal bahaya rokok, kejahatan rokok dan lain-lain,” sarannya.

Selain itu, Prof Bagong juga menjelaskan peran penting perempuan dan tokoh lokal. “Biasanya, suami-suami itu nurut kalau istri yang meminta. The power of emak-emak, bahasa kerennya,” ungkapnya.

Dalam kebijakan selanjutnya, Prof Bagong juga menyarankan perlunya mengembangkan gerakan perempuan dan anak anti rokok.

Editor: Asih

RELATED NEWS