Kadin Optimis Ekonomi Jatim Tumbuh 5 Persen, Jika Pemilu Aman dan Damai

Asih - Sabtu, 20 Januari 2024 10:29 WIB
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur, Adik Dwi Putranto.

SURABAYA | halojatim.com - Pelaku usaha di Jawa Timur optimis Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden serta Legislatif pada 14 Februari 2024 mendatang akan berjalan damai dan aman sehingga kinerja ekonomi tidak terganggu.

"Terkait pesta demokrasi, saya yakin kondisi Jatim relatif stabil dan terkendali karena karakteristik masyarakat Jatim cenderung terbuka, logis, berpikiran luas dan selalu menjaga kekompakan," ungkap Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim Adik Dwi Putranto di Surabaya.

Optimisme tersebut juga dengan melihat pengalaman yang telah dilewati, yaitu pada saat pemilu 2014 dan 2019 dimana Jatim menjadi daerah pertarungan terakhir antar capres dan ternyata bisa terlaksana dengan damai, tanpa ada kericuhan.

"Kita bisa berkaca pada beberapa pemilu yang telah lalu, Jatim menjadi pertarungan terakhir. Dan saat itu, kondisi stabil, ekonomi juga bagus. Tetapi yang harus diingat adalah, ekonomi Jatim itu tidak hanya terkait dengan kondisi di Jatim saja tetapi di nasional, regional dan global. Jadi optimisnya, dengan melihat kondisi nasional dan global, ekonomi Jatim di 2024 bakal tumbuh tipis di angkat 5%," tegasnya

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Internasional & Promosi Luar Negeri Kadin Jatim, Prof. Tomy Kaihatu bahwa tiga sektor utama yang menjadi penopang ekonomi Jatim, yaitu perdagangan, manufaktur dan pertanian.

Jika melihat pertumbuhan ketiga leading sektor ini pada kuartal III/2023 secara yoy masih naik dan hanya ekspor yang turun. Untuk pertumbuhan industri manufaktur naik menjadi 4,07 % dari kuartal II/2023 sebesar 3,97%. Sektor pertanian naik menjadi 2,82% dari kuartal II/2023 sebesar 1,60%.

Sedangkan sektor perdagangan turun dari 6,44% di kuartal II/2023 menjadi menjadi 5,01% di kuartal III/2023. Penurunan ini disebabkan karena melemahnya daya beli masyarakat global ya g tengah terjadi dan sejumlah faktor lain

"Ada sejumlah kondisi global yang masih harus diwaspadai di tahun ini karena bisa menggerus realisasi ekspor Indonesia, termasuk Jatim," ujar Tomy.

Pertama, kondisi ekonomi dunia hingga saat ini masih lesu, daya beli mash belum menguat khususnya negara ekspor tradisional. Tantangan itu diperburuk juga dengan Uni Eropa yang cenderung menolak barang dari Indonesia akibat dari kebijakan Indonesia melarang ekspor mineral mentah. Jadi ceritanya kita dibalas dengan cara memberi persyaratan lebih tinggi.

Seperti diketahui, pada tahun 2015 ke bawah, Indonesia selalu mengekspor mineral mentah ke Uni Eropa . Tetapi mulai tahun 2020, Indonesia tidak mengekspor nikel karena adanya kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor mineral mentah sesuai dengan UU No. 4/2009 yang kemudian diturunkan melalui Permen ESDM Nomor 7 tahun 2012. Dan itu adalah larangan ekspor pertama, kemudian berkembang untuk larangan ekspor bauksit, tembaga, timah hingga seterusnya hingga 21 komoditas. Semua harus dihilirisasi di dalam negeri agar Indonesia mendapatkan nilai tambah.

"Istilahnya kurang berkenan. Akibatnya mereka mencari alasan untuk tidak menerima produk lain dari Indonesia seperti garmen dengan memberikan persyaratan yang lebih tinggi. Sehingga tantangan ekspor di Uni Eropa menjadi agak berat," terangnya.

Belum lagi perang Rusia dan Ukraina yang memicu terjadinya krisis pangan dan perang Timur Tengah yang memberikan potensi krisis energi. "Kalau pangan atau sembako dan minyak tidak bisa dikendalikan maka harga akan naik karena suplai kurang. Maka belanja rumah tangga akan diprioritaskan pada ke dua hal tersebut dan tidak ada alokasi untuk belanja lain-lain," katanya

Data Badan Pusat Statistik Jatim menunjukkan total ekspor Jatim di tahun 2023 mencapai US$ 28,485 miliar, turun 13% dibanding 2022 yang mencapai US$ 33,891 miliar. Sementara ekspor nonmigas di 2023 mencapai US$ 20,643 miliar turun 11,973% dibanding 2022 sebesar US$ 22,938 miliar. Penurunan permintaan terbesar terjadi pada negara tujuan ekspor Amerika, Australia, Thailand, India dan Hongkong.

Untuk menyiasati lesunya ekspor, Tomy mengatakan ada dua strategi yang harus dilakukan Jatim agar ekonomi bisa tetap tumbuh sebesar 5%. Pertama mencari negara tujuan ekspor lain dengan membuka pasar ekspor baru yang masih memiliki daya beli yang bagus, yaitu negara dengan pertumbuhan ekonominya yang mencapai diatas 3% seperti Korea Selatan, Jepang, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Barat, Afrika Utara, Afrika Selatan dan Amerika latin. "Itu yang harus dikejar," tukasnya.

Strategi kedua adalah dengan melakukan optimalisasi perdagangan antar provinsi. "Saya rasa untuk menutupi devisit ekspor luar negeri masih bisa, tetapi naiknya memang tidak banyak. "Intinya kita bisa menjaga neraca ekspor dengan impor sehingga tidak berpengaruh negatif pada kinerja ekonomi sebab kondisi fundamental ekonomi Jatim memang sangat kuat," ujarnya.

Jatim, lanjut Tomy, adalah provinsi yang menjadi lumbung pertanian nasional yang mensupport berbagai komoditas pangan ke 18 provinsi lain, begitu juga dengan perdagangan dan industri manufaktur.

"Jadi kita bisa dikatakan menjadi sentra perdagangan, lumbung pertanian dan sentra manufaktur yang memiliki peran cukup besar terhadap ekonomi nasional, maka kita masih bisa berharap banyak. Sektor perdagangan dalam negeri bisa membantu meringankan beban ekspor kita yang lagi turun," terangnya panjang lebar.

"Intinya neraca kita masih bagus dan pertumbuhan ekonomi masih terjaga, Apalagi ditambah dengan adanya pesta demokrasi sehingga perputaran ekonomi Jatim relatif baik. Karena ada sumbangan lebih besar dari Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) selama musim pemilu," pungkas Tomy.

Editor: Asih

RELATED NEWS