Hukum Jual Beli Daging Kurban, Ini Kata Dosen Ekonomi Islam Unair
SURABAYA | halojatim.com - Salah satu perdebatan yang hampir selalu muncul saat Iduladha adalah hukum memperjualbelikan daging kurban.
Perdebatan ini mencuat seiring dengan adanya kebingungan masyarakat terhadap landasan syariat untuk menjual daging kurban demi pemenuhan ekonomi.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unair, Dr Irham Zaki SAg MEI turut angkat suara.
Ia menjelaskan persoalan distribusi daging kurban ini berbeda dengan zakat, di mana distribusi daging kurban bersifat lebih fleksibel bila dibandingkan dengan zakat.
“Jadi, jika daging kurban itu sudah diberikan, maka sepenuhnya akan menjadi hak sang penerima. Distribusinya lebih fleksibel, namun tetap diprioritaskan kepada fakir miskin,” tutur Zaki.
Hak Bagi Penerima Kurban
Pengurus Badan Pengembangan Industri Halal MUI Jawa Timur itu menerangkan daging kurban yang sudah diberikan merupakan hak mutlak bagi si penerima. Artinya, daging kurban boleh dikonsumsi, diberikan kepada orang lain, atau dimanfaatkan dan dijual kembali.
Lebih lanjut, Zaki menegaskan daging yang dapat dijual hanya merupakan daging yang telah didistribusikan, bukan daging kurban yang baru saja dipotong atau daging kurban milik individu yang menunaikan ibadah kurban.
Daging yang telah didistribusikan ini dapat dimanfaatkan atau dijual, baik dalam keadaan utuh maupun dalam bentuk yang telah diolah.
“Penerima kurban lebih fleksibel, tentu kalau diperuntukkan untuk konsumsi itu akan lebih baik. Tetapi jika dijual akan mendatangkan lebih banyak manfaat untuk kebutuhan lain, ya boleh saja,” ungkapnya.
Larangan Menjual Kembali Bagi yang Berkurban
Zaki menerangkan lebih lanjut bahwa mereka yang berkurban tidak diizinkan untuk memperjualbelikan daging atau kulit hewan kurban. Bahkan, mereka juga dilarang untuk membiayai proses penyembelihan seperti membayar tukang jagal dan sebagainya.
Hal itu dikarenakan ibadah kurban pada hakikatnya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, tidak ada motif ekonomi di dalamnya.
Mengutip HR. Imam Al Hakim dan Imam Al-Baihaqi, dalam ibadah kurban terdapat bagian hewan kurban yang tidak boleh dibagikan, seperti kulit atau kepala. Bagian ini tidak boleh dijual sebelum daging kurban dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
“Secara umum filosofi kurban untuk mendekatkan diri ke Allah, tidak ada motif untuk bisnis dan keuntungan pribadi,” jelas Dosen Fikih Muamalah itu.
Sebagai penutup, Zaki mengimbau umat muslim untuk menghindari mubazir saat menerima daging kurban. Memaksimalkan kebermanfaatan daging kurban menjadi salah satu keutamaan di hari raya ini.
“Penting untuk memperhitungkan value barang tersebut sesuai dengan manfaat yang ada. Batasannya adalah tidak berlebihan dan tidak menyia nyiakan fungsinya,” pungkasnya