FK Unair Datangkan Ahli Bedah Epilepsi dari India

Asih - Selasa, 12 Oktober 2021 19:41 WIB
Dekan FK Unair, Prof Budi Santoso (tegah) saat penyambutan Prof Sarat Chandra secara daring, Selasa (12/10/2021).

Dokter ahli bedah epilepsi masih belum banyak di Indonesia, hanya ada di Surabaya dan Semarang. Padahal kasus epilepsi terus bertambah.

Di negara maju jumlahnya 0,5 hingga 1 persen dari jumlah populasi. Di negara berkembang jumlahnya bisa lebih besar.

Karena itu, program studi (prodi) Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) mengundang guru besar dari All Institute of Medical Sciences) New Delhi, Sarat Chandra sebagai dosen tamu dalam Adjunct Professor.

Sarat Chandra selama ini dikenal sebagai ahli bedah syaraf khususnya bedah epilepsI yang menjadi jujukan pasien-pasien di seluruh India.

“Bedah epilepsi itu sangat jarang dilakukan. Tapi di Indonesia karena Prof Sarat ini jadi semakin banyak dan menjadi jujukan. Apalagi, operasinya menggunakan Minimal Invasive Surgery,” kata Dekan FK Unair, Prof Dr dr Budi Santoso, SpOG(K) usai acara penyambutan yang digelar secara hybrid, Selasa (12/10/2021).

Karena itulah, Departemen Bedah Syaraf FK Unair, menjadikan Prof Sarat sebagai dosen kehormatan dalam program Adjunct Professor kali ini. “Karena kita ingin belajar banyak. Sudah dilakukan di sini bedah epilepsi tapi masih belum banyak. Kita ingin tingkatkan lagi. Karena selain nantinya ada kuliah umum, operasi bersama ada banyak hal yang bisa dikerjakan misalnya penelitian, pengabdian dan sebagainya,” jelas Prof Bus panggilan akrab Prof Budi Santoso.

Departemen Bedah Syaraf FK Unair, memiliki satu ahli yang sejak 2016 mendalami bedah syaraf di India. Dialah dr Heri Subianto, SpBS.

Diakui dr Heri, sejak dia belajar bedah epilepsi, dia jadi mengetahui bahwa epilepsi bisa diatasi dengan tindakan operasi.

Bahkan operasinya sangat minimalis tanpa harus membuka kepala secara lebar. Ini akan mengurangi dampak dan risiko pembedahan pada pasien.

“Dengan operasi tingkat keberhasilannya 70 hingga 80 pesen tergantung jenis epilepsinya. Namun itu setidaknya bisa mengurangi kejangnya,” kat dr Heri.

Kasus epilepsi ini diakui dr Heri sangat komplek. Untuk melakukan pembedahan harus dilihat dulu, bagian syaraf mana yang mengalami konsleting. “Bagaikan menyusun puzzle, benar-benar komplek. Tapi itu bisa ditangani apalagi ditangani sejak dini,” tandasnya.

Karena itu, bagi orang tua juga harus waspada. Jika memiliki anak yang sering kali kejang-kejang tanpa sebab, harus segera diperiksakan ke dokter.

Begitu pula dengan orang-orang tua yang tiba-tiba mengalami kejang tanpa sebab sebelumnya. Bisa jadi kejang itu adalah gejala awal dari epilepsi.

Prof Sarat sendiri akan menjadi profesor tamu di Departemen Bedah Syaraf FK Unair selama tiga tahun di mana kerjasama itu akan diperbarui setiap tahunnya.

“FK Unair menarget setahun ada 18 profesor dalam program adjunct professor ini. Sekarang baru 11. Target sebelum akhir tahun bisa kami penuhi,” tambah Prof Bus.

Editor: Asih

RELATED NEWS