Cegah Tuli Permanen dengan Cara Ini
Tuli atau gangguan pendengaran sebenarnya bisa diatasi asalkan terdeteksi dan tertangani sejak bayi atau periode emas pertumbuhannya.
Identifikasi gangguan pendengaran pada bayi lahir dapat dilakukan dengan rumus 1-3-6 JCIH. JCIH (The Joint Committee on Infant Hearing) sendiri merupakan Komite Gabungan Pada Pendengaran Bayi yang diinisiasi oleh WHO.
Adapun rencana 1-3-6 JCIH bisa dijabarkan antara lain, pertama skrining maksimal satu bulan setelah lahir, kemudian konfirmasi gangguan pendengaran di usia 3 bulan dan terakhir, intervensi atau diobati ketika bayi masuk usia 6 bulan.
Ahli dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Dr dr Nyilo Purnami, SpTHT-KL (K) menjelaskan, bayi lahir dua hari bisa langsung dideteksi apakah mengalami gangguan pendengaran atau tidak.
Deteksi awal ini paling lambat hingga usia bayi satu bulan. Jika dari deteksi awal menunjukkan gejala maka harus dilakukan diagnostik untuk menunjukkan derajad keparahanya. Ini dilakukan pada saat usia bayi menginjak tiga bulan.
“Jika hasil diagnostik sudah keluar, keluarga sudah harus menyiapkan perencanaan ke depan. Ada pilihan cara berkomunikasi, ada yang dengan memanfaatkan sisa pendengaran dengan optimalisasi, bisa dengan alat bantu dengar atau implan koklea, Bahasa isyarat ataupun total communication. Ini hak prerogatif ya, jangan sampai anak mempertanyakan haknya kenapa dulu tidak begini dan begitu saat sudah dewasa,” terangnya dalam mengisi Webinar “Mengantar Anak Didik Sukses di Masa Pandemi”, program Kegiatan Pengabdian Masyarakat Departemen THT-KL FK UNAIR bekerjasama dengan SLBB Karya Mulia beberapa waktu lalu.
Menunda untuk segera menangani gangguan pendengaran anak sangat tidak dianjurkan. Bayi mempunyai golden period atau periode emas di otak yang tidak bisa menunggu karena cepat tidaknya penanganan akan menentukan hasilnya. Semakin cepat tertangani, fungsi pendengaran akan bisa segera dikembalikan. Sebaliknya semakin dibiarkan, gangguan pendengaran bisa semakin berat.
Perlu Curiga
Pertanyaannya, kapan harus curiga bahwa bayi kita mengalami gangguan pendengaran? Dokter Nyilo menjelaskan ada beberapa tanda-tanda, antara lain ketika 12 bulan belum bisa mengoceh atau meniru. Atau ketika 18 bulan belum bisa menunjukkan satu kata yang berarti. Pun ketika bayi sudah memasuki usia 24 bulan tapi perbendaharaan kata kurang dari 10 kata atau saat usia 30 bulan belium bisa merangkai dua kata.
“Kalau sudah menunjukkan tanda-tanda, jangan ditunda lagi. Biasanya orang tua berpikir, ah ditunggu sampai 3 tahun lagi lah, pasti nanti juga bisa berbicara, seperti bapaknya dulu, lambat bicara tapi duluan jalannya,” ujarnya.
Langkah-langkah
Dimulai dari skrining pendengaran, skrining bisa dilakukan dengan dua tahap, pertama berdasarkan komunitas misalnya di SLBB Karya Mulya, center-center yang ada, baik di RSUA jika di Surabaya ataupun di Gresik dan Sidoarjo.
Kemudian juga bisa langsung dilakukan di rumah sakit. Dengan metode pemeriksaan bertingkat mulai dari OAE (Otoacoustic Emissions) untuk mendeteksi rumah siput di telinga berfungsi dengan baik atau tidak, AABR (Automated Auditory Brainstem Response) yang bisa mendeteksi hingga batang otak. Dan dilanjutkan diagnosis ketika sampai usia 3 bulan untuk mendeteksi derajat gangguan pendengaran dengan BERA diagnosis.
Bayi Resiko Tinggi Alami Gangguan Pendengaran
Bayi memiliki resiko tinggi mengalami gangguan pendengaran apabila memiliki riwayat keluarga tuli sejak lahir. Juga ibu yang terinfeksi Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus/CMV dan Herpes simplex saat hamil dan ada kelainan bentuk kepala dan leher.
Berat badan bayi rendah, lahir premature, bayi kuning, Meningitis bacterialis dan Asfiksia berat juga bisa menjadi resiko terjadi gangguan pendengaran. Pemberian obat-obatan ototoksik juga malah memperparah gangguan pendengaran.
“Orang tua perlu waspada dan melakukan tindakan cepat jika pada usia 0-28 hari terjadi hal ini, jangan menunggu terlalu lama hingga terlambat,” tambah dosen dari Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL ini.