11 Ribu Buruh Kena PHK Akibat Kebijakan Kementerian, Industri Tekstil Makin Babak Belur
JAKARTA, Halojatim.com - Pasca Covid, hingga saat ini industri tekstil belum sepenuhnya pulih jika dibandingkan dengan industri lainnya.
Bahkan industri tekstil mengalami pelemahan sehingga belum banyak berkembang.
Ditambah lagi adanya kebijakan dari pemerintah soal masuknya barang-barang dari luar negeri.
Karena itu hingga 2024 ini Industri Tekstil dan Produks Tekstil (TPT) masih terus dihantam badai perlemahan.
- Rumah Pensiun Presiden Indonesia, Harga Tanahnya Saja Rp144 Miliar sampai Rp300 M
- Jika Miliki Ciri-ciri Ini, Waspada Ada Kolesterol Tinggi pada Tubuh Anda
- Mitos atau Fakta, Nasi Dingin Baik untuk Orang dengan Diabetes?
Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita menjelaskan memang benar pertumbuhan industri tekstil mengalami pertumbuhan yang lambat sejak COVID-19 hingga saat ini tak kunjung pulih. Padahal dari industri tekstil berkontribusi besar ke manufaktur Indonesia.
"Kontribusi industri TPT ini terhadap PDB nasional di kuartal I-2024 sebesar 1,02 persen dan ini sumbangannya terhadap PDB manufaktur 5,84 persen. Adapun kontributor tekstil ini tercatat ketiga terbesar terhadap ekspor manufaktur jadi nilai ekspornya sampai dengan Mei tahun 2024 tercatat US$4,6 miliar," katanya dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI pada Selasa, 9 Juli 2024.
Kemenperin mencatat populasi dan jumlah tenaga kerja di sektor tekstil dan pakaian jadi di 2024 tercatat sebesar 3,87 juta orang atau meningkat dari Agustus 2023 yang hanya terbanyak 3,77 juta orang
Namun Reni menjelaskan, perlambatan yang dihadapi industri tekstil secara langsung berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja bahkan dikawatirkan sekitar 11.000 buruh di industri tekstil mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah ini terjadi di perusahaan-perusahaan berskala besar.
PHK ini terjadi setelah Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang kebijakan dan pengaturan impor. Dengan aturan ini, beberapa barang kategori tekstil dan produk tekstil dapat masuk Indonesia dengan mudah.
Reni mengungkapkan bahwa penurunan produksi dan PHK yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar ini sebenarnya sudah terjadi sejak awal 2024. Peraturan tersebut merelaksasi impor barang-barang dari luar negeri yang sejenis dengan produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri.
Di mana perusahaan yang melakukan PHK pegawai, dengan jumlah yang bervariasi, mulai dari 500 orang hingga 8.000 orang. Beberapa di antaranya adalah PT S Dupantex, PT Alenatex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusumaputra Santosa, PT Pamor Spinning Mills, dan PT Sai Apparel.
Reni juga mencatat adanya penurunan penggunaan pabrik Industri Kecil Menengah (IKM) di sektor tekstil sebesar 70%, seperti yang dilaporkan oleh Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IKPB).
Permendag 8 tahun 2024 terkait kebijakan impor juga disebut menjadi penyebab juga industri tekstil babak belur. Reni menyebut akibat aturan itu Industri Kecil Menengah (IKM) sulit mendapatkan order karea kalah saing dengan produk luar negeri yang murah di pasaran.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian hingga Mei 2024 ekspor mengalami penurunan sebesar 0,95% dan impor meningkat sebesar 0,81% sehingga neraca perdagangan mengalami perlambatan atau defisit sekitar 4,55%.
Jika dilihat dari sisi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) secara komulatif nampak pada peningkatan 111,28% untuk industri tekstil sedangkan 0,02% untuk industri pakaian jadi juga mengalami peningkatan hingga Kuartal I-2024.
Namun dari sisi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) secara komulatif menurun 59,61% untuk industri tekstil sedangkan untuk pakaian jadi justru meningkat 80,42% di Kuartal I-2024.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 09 Jul 2024