Dilema Pekerja Ojol, Kerja Full 16 Jam Perhari, Tak Ada Libur, Rentan Kecelakaan, Tanpa BPJS
Halojatim.com- Konsep kemitraan yang ditawarkan pemilik aplikasi ojek online (ojol) selama ini kerap merugikan tukang ojol.
Kerja full seharian di jalanan, rentan kecelakaan dan bahaya lainnya, namun tak ada jaminan kesehatan atau jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Tenaga Kerja.
Padahal mereka memberikan setoran kepada pemilik aplikasi. Pun bekerja di bawah bendera perusahaan tersebut.
Dalam sebuah riset disebutkan jika perlindungan sosial dan kesehatan itu rata-rata belum dimiliki oleh ojol.
Para pengemudi ojek online bekerja tanpa libur dalam sepekan, mayoritas merka bekerja seharian hingga 16 jam perhari.
- PENS Hibahkan Dua Alat Hasil Inovasi Dosen dan Mahasiswa
- 4 Penyumbang Emisi Karbon Terbesar Versi World Emission Clocks, Tempatkan Transportasi di Urutan Buncit
- Riding Kemerdekaan, Komunitas Motor Bawa Misi Kurangi Polusi
Hal itu mencuat dalam survei Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), dikutip TrenAsia.com.
Riset dilakukan terhadap 225 pengemudi ojol di 10 titik transportasi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Survei yang dilakukan selama April-Mei 2023 itu menyebutkan 42,2% ojol bekerja tanpa libur per pekan. Sekitar 68,9% pengemudi ojol bekerja antara 9-16 jam per hari, dan 79,6% pengemudi bekerja enam sampai tujuh hari per pekan. “Mereka bekerja melebihi batas normal lima hari kerja,” ujar Direktur IDEAS Yusuf Wibisono dalam keterangan pers.
Peneliti IDEAS Muhammmad Anwar mengatakan waktu bekerja sembilan hingga 16 jam kerja tersebut dihitung saat pengendara ojol berada di luar rumah. Anwar menyebut bisa saja total perjalanan atau waktu aktif aplikasi pengemudi ojol hanya empat hingga enam jam kerja.
Hal ini Ini merujuk pada rata-rata kilometer per kendaraan.
“Selebihnya mangkal di tempat berkumpul atau pinggir jalan,” kata Anwar. Riset juga menemukan sekitar 31,6% pengemudi ojek online yang disurvei mengaku pernah mengalami kecelakaan sejak menjadi mitra aplikator.
Sebanyak 2,7% dari 31,6% pengemudi ojol tersebut pernah mengalami luka berat dan motor rusak parah. Adapun 35,1% pengemudi ojol yang disurvei mengaku tidak memiliki jaminan kesehatan seperti BPJS Kesehatan.
Sekitar 12,9% pengemudi ojol yang disurvei memiliki BPJS Kesehatan karena bantuan atau difasilitasi oleh aplikator.
Kerja yang menyedot waktu, berisiko dan tak dibarengi pemasukan memadai membuat pengemudi ojol mendambakan pekerjaan lain.
Riset Mahasiswa Doktoral London School of Economic Yorga Permana beberapa waktu lalu menyebutkan sekitar 66% ojol dan kurir lebih menyukai bekerja kantoran.
Sebagian besar dari mereka ingin berhenti mengemudi dan memilih bekerja di kantor dengan jam kerja normal, pagi hingga petang. Lingkungan pekerjaan yang buruk dan penghasilan yang tidak menentu menjadi alasan terbesar mereka.
Dalam risetnya, Yorga melakukan survei kepada 1.000 orang kurir dan pengemudi ojek online di Jabodetabek sepanjang 2021-2022. Selain itu, ia melakukan wawancara mendalam kepada sebagian responden.
Kerja 54 Jam Sepekan
Merujuk penelitiannya,ada tiga faktor utama yang membuat para pengemudi ojek online ingin meninggalkan pekerjaannya. Pertama yakni penghasilan yang sudah merosot, bahkan sebelum pandemi COVID-19. Skema bonus harian yang ditawarkan aplikasi tidak lagi seatraktif di awal kehadirannya.
Kedua, semakin banyaknya pengemudi yang bergabung ke dalam aplikasi. Hal ini membuat persaingan semakin meningkat dan mengurangi potensi pendapatan. Yorga mengatakan mereka rata-rata bekerja 54 jam per pekan.
“Sebagai perbandingan, di Inggris hanya 8% pekerja berbasis aplikasi yang bekerja lebih dari 35 jam per pekan,” jelasnya.
Faktor ketiga yakni munculnya pandemi. Sektor transportasi adalah salah satu sektor yang paling terdampak akibat pembatasan sosial. Meski mereka cukup tertolong dengan meningkatnya pesanan makanan antar dan pengantaran barang, tetap saja penghasilan menurun.
Yorga menyebut sebanyak 90% pengemudi online mengalami penurunan penghasilan cukup signifikan selama pandemi. Dalam satu hari, mereka bisa hanya mendapatkan satu atau dua pekerjaan walaupun aplikasinya terus menyala sepanjang waktu.
Pengemudi ojek online di Solo, Wira, 35, mengaku mulai intens menjadi pengemudi ojol setahun terakhir. Hal itu setelah dia keluar dari sebuah perusahaan elektronik besar di Kota Bengawan.
Dia memilih pekerjaan itu lantaran tidak ada syarat ribet serta waktunya fleksibel.
“Meski kadang saya harus berangkat pukul 06.00 WIB dan pulang pukul 22.00 WIB untuk mengumpulkan pemasukan yang agak lumayan,” ujarnya saat ditemui TrenAsia.com, Kamis 17 Agustus 2023 malam.
Wira mengaku mengantongi penghasilan kotor sekitar Rp40.000 hingga Rp80.000 per hari. Dia tak menampik pemasukan itu cukup pas-pasan, bahkan untuk membiayai kehidupannya sendiri. Hal itu lantaran pendapatannya masih dipotong biaya bensin dan makan selama di jalan.
Dia pun antusias saat ada rekannya yang menawari kembali bekerja di perusahaan lama.
“Ya kalau milih, saya pilih kerja kantoran kaya kemarin. Cuma sembari nunggu kepastian, saya ngojek dulu. Dinikmati saja,” ujar lelaki single itu sambil tersenyum.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 19 Aug 2023