Rokok Murah Ancam Perlindungan Anak

Senin, 01 Juni 2020 02:04 WIB

Penulis:Redaksi

Ilustrasi
Ilustrasi undefined

Sejumlah penggiat perlindungan anak dan konsumen menegaskan keberadaan rokok yang dijual murah, jauh di bawah harga di banderol cukai yang menempel pada bungkus rokok akan mengancam program perlindungan anak dari paparan konsumsi produk tersebut.

Direktur Eksekutif Arek Lintang (Alit) Surabaya Yuliati Umrah mengatakan bahwa saat ini anak-anak masih dapat mengakses rokok secara bebas dan terbuka. Padahal seharusnya seperti halnya obat dan alkohol, konsumsi rokok semestinya dikendalikan agar tidak menyasar anak-anak.

“Salah satu faktor pendorong anak dan remaja merokok adalah adanya rokok murah yang dijual dengan harga di bawah banderol di pasaran,” ujarnya, Sabtu, 30 Mei 2020.

Menurutnya, fenomena rokok murah ini menyebabkan anak-anak mudah menjangkau produk tersebut. Belum lagi, rokok masih dijual secara bebas dan dekat dengan lingkungan sekolah.

Sebagai lembaga yang fokus terhadap perlindungan anak, Alit menilai terdapat tiga hal yang membuat anak-anak terpapar rokok yaitu harga yang murah, ketersediaan produk, serta tingkat edukasi yang rendah. Harga rokok yang murah dan ketersediaan produk misalnya, muncul akibat pelanggaran terhadap berbagai aturan dan kaidah distribusi, konsumsi, dan pengaturan harga pasar. Proses ini makin diperparah dengan tingkat edukasi terhadap masyarakat yang belum konsisten.

Selama ini, kata Yuliati, pemerintah menaikkan cukai untuk mengendalikan konsumsi rokok. Dengan adanya cukai, harga minimum tercantum di kemasan rokok. Namun pada kenyataannya, di pasaran masih banyak rokok yang didiskon serta dijual jauh di bawah harga pita cukai. Itulah sebabnya Yuliati berharap pemerintah dapat lebih tegas menjalankan berbagai aturan yang telah dibuat terkait dengan zona penjualan dan distribusi produk. Selain itu dia meminta agar pemerintah serius dalam mengawasi penjualan rokok murah demi menutup akses rokok dari anak-anak.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan perlindungan konsumen khususnya anak-anak seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Dia berharap pemerintah secara tegas mengawasi perlindungan anak dari bahaya rokok.

“Jangan mimpi Indonesia bakal punya masa depan emas kalau anak-anaknya tidak dilindungi sehingga jadi pecandu rokok dan penderita penyakit degeneratif lainnya,” tegasnya.

Selama ini, menurut dia, pemerintah memang menetapkan aturan untuk mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia, salah satunya adalah dengan penetapan tarif cukai yang tinggi.

“Namun beberapa bulan lalu juga ada potongan harga atau diskon rokok, ini tidak logis jika kita punya tujuan pengendalian tembakau dan menekan prevalensi perokok di Indonesia,” katanya.

Artinya, tambah Tulus, kebijakan tarif cukai tidak menghambat temuan rokok murah di lapangan. Dia juga menilai bahwa pemerintah belum menjadikan cukai sebagai instrumen yang efektif untuk pengendalian konsumsi rokok. Pada kenyataannya pemerintah hanya menjadikannya sebagai instrumen penerimaan negara.

“Masih banyak inkonsistensi dalam upaya melindungi anak dari rokok, contohnya hanya di Indonesia rokok dijual ketengan seperti permen,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Indonesia Lawyer Association on Tobacco Control (ILATC) Muhammad Joni mengatakan bahwa perlindungan anak dari rokok adalah kepentingan yang harus diutamakan. Menurutnya harga rokok masih termasuk murah di Indonesia sehingga anak-anak masih bisa menjangkaunya.

“Menjaga dan melindungi anak adalah menjaga kehidupan itu sendiri. Kita semua harusnya jadi aktor dalam perlindungan anak, termasuk melindungi anak dari bahaya rokok,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia Muhammad Nuruddin mengatakan bahwa selama seringkali terjadi salah kaprah mengenai konsumsi produk turunan tembakau tersebut.

“Tembakau dan produk turunannya memiliki nilai dari sisi ekonomi dan tradisi, akan tetapi penggunaannya jangan sampai disalahgunakan, khususnya pada anak-anak,” katanya.