Ekonomi
Kamis, 20 Februari 2025 16:51 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
SURABAYA – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur mengumumkan sepanjang 2024 ada 8.394 pekerja di 21 Kabupaten/Kota terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bahkan, menurut Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Jawa Timur menjadi provinsi ke-5 dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) terbesar pada 2024.
Kemnaker juga memperingatkan adanya potensi berlanjutnya gelombang PHK yang mengancam dunia usaha, di mana akan ada sekitar 60 perusahaan yang berencana melakukan PHK dalam waktu dekat. Jika kondisi ini tidak segera diatasi, maka akan ada ribuan pekerja yang berisiko kehilangan mata pencahariannya.
Menyikapi situasi yang terjadi, Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Gigih Prihantono menilai, Jawa Timur membutuhkan arus investasi yang lebih besar guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lebih banyak lapangan kerja. Pemerintah daerah juga harus berupaya meningkatkan iklim investasi di Jawa Timur agar investor merasa aman dalam menanamkan modalnya.
“Arus investasi yang meningkat membawa dampak signifikan terhadap perekonomian Jawa Timur. Peningkatan investasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih pesat. Yakni akan ada peningkatan produksi, nilai tambah, dan tentu saja, kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur," ujar Gigih.
Tak hanya itu, salah satu dampak positif yang langsung terasa dari arus investasi yang masuk adalah penyerapan tenaga kerja. Menurutnya, banyak proyek investasi yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar, mulai dari tenaga terampil hingga tenaga kerja di sektor-sektor lain.
Gigih melanjutkan, di sisi lain angka PHK di Jawa Timur melonjak dalam beberapa bulan belakangan. Beberapa perusahaan diantaranya terpaksa melakukan PHK sebagai upaya mengurangi beban operasional.
Terlebih, ada dorongan boikot terhadap produk tertentu membuat perusahaan yang tengah berjuang untuk bertahan harus mengambil langkah. "Ketika konsumsi menurun drastis, maka langkah drastis yang diambil salah satunya dengan mengurangi jumlah karyawan," jelasnya.
Kondisi itu patut disayangkan. Pasalnya, menurut Gigih, dengan angkatan kerja yang relatif besar, Jawa Timur jadi sasaran ideal investor yang ingin mendapatkan tenaga kerja kompeten dengan biaya yang lebih efisien. Selain itu Jawa Timur memiliki berbagai keunggulan yang menarik bagi investor seperti sumber daya alam, pasar yang besar dan lokasi strategis.
“Harapannya pemerintah segera turun tangan dalam persoalan dampak dari pemboikotan suatu produk atau perusahan di Indonesia. Perlu segera dilakukan mediasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam boikot dan memberikan perhatian lebih pada sektor-sektor yang terdampak,” harap Gigih.
Sebelumnya, Forum Bahtsul Masa'il se-Jawa Madura memutuskan sikap terkait aktivitas boikot produk yang dinilai tidak tepat dan berdampak buruk bagi pekerja Indonesia. Hal ini melihat dari dua ketentuan, yaitu keterkaitan dapat dibuktikan dengan pihak yang melakukan kezaliman dan tidak boleh menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi pihak lain, seperti PHK massal tanpa solusi yang memadai.
KH. Aris Ni'matulloh MAF, M.Si, Katib Dewan Sesepuh Pondok Buntet Pesantren Cirebon selaku Mushohih dalam forum tersebut meminta masyarakat lebih cermat dan selektif dalam menyikapi informasi yang beredar terkait pemboikotan produk atau perusahaan tertentu. Upaya itu agar tidak merugikan masyarakat Indonesia sendiri.
Forum Bahtsul Masa'il merupakan sebuah tradisi bagi kalangan pesantren untuk mengupas secara mendalam polemik berdasarkan sudut pandang syariat Islam.
Bagikan
Berkelanjutan
2 bulan yang lalu