Sabtu, 30 September 2023 11:18 WIB
Penulis:ifta
Editor:ifta
JAKARTA, Halojatim.com - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan belum lama juga menyinggung soal predatory pricing saat membahas soal TikTok Shop.
Keberadaan predatory pricing ini dikeluhkan para pedagang pasar maupun UMKM. Pasalnya mereka menjadi kalah bersaing dengan pasaran pada umumnya.
Lalu apa tujuan dari sistem predatory pricing?
Dalam predatory pricing, harga jual tersebut bisa saja jauh dari harga modal yang telah dikeluarkan. Tujuan dari sistem tersebut yaitu untuk bersaing dan menghilangkan saingan atau kompetitor bisnis sesama. Lantas apa yang dimaksud dengan istilah predatory pricing?
Istilah predatory pricing disebut sebagai jual rugi. Dikutip Trenasia dari Pedoman Pelaksanaan Pasal 20 Tentang Jual Rugi yang ditulis Komisi Pengawas Persaingan Usaha, jual rugi didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana suatu pelaku usaha menetapkan harga jual dari barang dan atau jasa yang diproduksinya di bawah biaya total rata-rata (Average Total Cost). Pelaku usaha yang melakukan sistem ini dapat dicurigai memiliki maksud tertentu.
Terdapat lima tujuan yang hendak dicapai pelaku usaha melalui praktik tersebut. Tujuan pertama yaitu ingin mematikan pelaku usaha pesaing di pasar bersangkutan yang sama. Kedua, pelaku usaha ingin membatasi pesaing dengan memberlakukan harga jual rugi sebagai entry barrier.
Tujuan ketiga yang inigin dicapai oleh pelaku jual rugi yaitu memperoleh keuntungan besar di masa mendatang, Selain keuntungan di masa depan, pelaku juga hendak mengurangi kerugian yang terjadi di masa lalu dengan menerapkan jual rugi sebagai tujuan yang keempat.
Tujuan ini biasanya dilakukan dengan cuci gudang menjual barang yang hampir expired agar tidak menjadi kerugian di perusahaan tersebut. Terakhir, pelaku jual rugi bertujuan memperkenalkan produk baru sebagai alat strategi pemasaran melalui harga murah tersebut sebagai promo.
Pelaku jual rugi biasanya akan menerapkan sistemnya tersebut selama jangka beberapa waktu. Hal itu untuk menarik terlebih dahulu pelanggan guna merealiasaikan tujuan pertama dan kedua.
Dengan pemberian harga murah, pesaing yang tidak mampu bersaing akan menarik diri dari pasar sehingga kemudian pasar akan dikuasai oleh pelaku jual rugi. Selanjutnya setelah para pesaingnya mundur, pelaku akan menaikkan kembali harga untuk menutup kerugian selama melakukan jual rugi.
Keberadaan predatory pricing yang demikian dapat berkembang menjadi sebuah monopoli. Hasil perang harga yang dimenangkan pelaku jual rugi menyebabkan pesaing tutup dan konsumen tidak memiliki pilihan lain selain mendapatkan barang dari pelaku.
Dengan begitu, pelaku dapat memainkan dan mengontrol harga pada komoditas tertentu yang dijualnya sebab telah menguasai pasar tersebut.
Aturan terkait larangan sistem Predatory Pricing tertuang dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Monopoli).
Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagi yang melanggar pasal tersebut maka dikenakan pidana denda serendah-rendahnya 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan. ***
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Khafidz Abdulah Budianto pada 30 Sep 2023
Bagikan