Kenali Penyebab dan Pencegahan Leptospirosis

Senin, 13 Maret 2023 16:42 WIB

Penulis:Asih

Editor:Asih

Leptospirosis.jpeg
Penularan leptospirosis yang harus diwaspadai.

SURABAYA | halojatim.com – Kasus leptospirosis menyita perhatian dunia kesehatan. Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira Sp yang pada umumnya ditularkan melalui kencing tikus. 

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair) Prof Lucia Tri Suwanti mengatakan  kasus leptospirosis sejatinya tidak hanya ditularkan oleh tikus, melainkan semua hewan yang terkontaminasi oleh bakteri Leptospira Sp bisa menjadi agen penularan. 

“Tikus itu memang agen penyakit salah satunya leptospirosis. Tapi, saya pernah menemukan kasus unik yang mana anak bimbingan saya itu meneliti adanya leptospirosis dari seorang peternak yang ternaknya tidak pernah dimandikan,” ujar Prof Lucia. 

Mekanisme Penularan Bakteri Leptospira 

Prof Dr Lucia juga mengatakan, hal itu (kasus peternak, red) bisa terjadi karena kondisi kandang yang tidak dibersihkan dengan baik. Kondisi tersebut, sambungnya, membuat ternak menjadi kotor dan ketika peternak itu berkontak langsung dengan hewan ternaknya maka menyebabkan infeksi leptospirosis. 
BACA JUGA

 

"Kalau dari udara tidak menular, tapi kalau dari luka yang terbuka kemudian makanan dan minuman itu pasti,” tambah Prof Lucia. 

Prof Lucia juga menuturkan bahwa leptospirosis tidak menular dari manusia ke manusia lainnya. Hal itu, sambungnya, terjadi karena manusia adalah inang terakhir. “Namun perlu diwaspadai juga mengingat pada dasarnya penularan antar hewan masih dapat terjadi,” pungkasnya. 

Pencegahan Leptospirosis 

Perihal pencegahan, Prof Lucia menjelaskan bahwa hal yang perlu diwaspadai adalah kebersihan lingkungan. Terlebih saat musibah banjir. “Budayakan untuk selalu menggunakan sepatu anti boots, sarung tangan, dan rajin mencuci tangan,” ujarnya. 

Pada akhir, Prof Lucia juga berpesan agar mengelola bangkai tikus dengan baik. Hal tersebut, sambungnya, bisa dilakukan dengan membakar atau mengubur. “Dengan demikian diharapkan bangkai tersebut tidak dimakan oleh binatang lain sehingga meminimalisir potensi penyakit yang bisa ditularkan,” pungkasnya.