Departemen THT KL FK Unair Lakukan Pengmas di Banyuwangi

Sabtu, 04 Desember 2021 14:41 WIB

Penulis:Asih

Editor:Asih

FK Unair Banyuwangi.jpg
Dekan FK Unair, Prof Budi Santoso (kanan) bersama tim pengabdian masyarakat FK Unair sebelum berangkat ke Banyuwangi, Jumat (3/12/2021).

SURABAYA | halojatim.com  -  Di puncak perayaan 108 Pendidikan Dokter di Surabaya, Departemen Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT KL) Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) melakukan misi pengabdian masyarakat ke Genteng Kulon Kabupaten Banyuwangi.  

Pengmas akan dilakukan pada Sabtu (4/12/2021) berupa edukasi dan pemeriksaan kesehatan khususnya gangguan pendengaran. 

Pelepasan tim dokter dibantu tenaga perawat dilakukan Dekan FK Unair, Prof Dr d Budi Santoso, SpOG (K) dari halaman FK Unair, Jumat (3/12/2021). 

Baca Juga : 

https://halojatim.com/read/fk-unair-datangkan-ahli-placenta-akreta-dari-argentina

“Di Genteng Kulon kita memang memiliki misi untuk membantu anak-anak tuna rungu yang ada di sana. Kita bantu tiga alat bantu dengar serta melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi baru lahir,” ujar Prof Bus, panggilan akrab Prof Budi Santoso. 

Desa Genteng Kulon merupakan desa binaan FK Unair. Departemen THT KL sudah dua kali mendatangani desa tersebut. “Ini yang ketiga kalinya,” tukas Prof Bus.

Di desa itu, memang ada banyak kasus bayi lahir dengan gangguan pendengaran. Selama ini, tidak dilakukan pengecekan, namun setelah Departemen THT KL mendatangani desa itu, masyarakat mulai sadar pentingnya deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi baru lahir. 

Karena dengan deteksi dini, kata Ketua Departemen THT KL, Dr dr Muhtarum Yusuf, SpTHT KL, bisa dilakukan penanganan lebih dini, sehingga nantinya ketika dewasa bisa berkomunikasi dengan baik karena tidak mengalami gangguan bicara. 

“Kalau dideteksi dini, nanti penanganannya bisa terarah. Apakah ini katagori ringan, sedang atau berat. Kalau ringan nanti diterapi apa, kalau sedang apakah digunakan alat bantu dengar atau yang berat dilakukan operasi dan sebagainya,” jelas dr Muhtarum. 

Alangkah baiknya jika gangguan pendengaran ini diketahui sebelum anak berusia dua tahun atau sebelum memulai belajar berbicara. “Sehingga nantinya bisa ditangani dengan baik, tidak terlambat,” tukasnya.