rumah
Jumat, 21 Januari 2022 13:38 WIB
Penulis:ifta
JAKARTA, Halojatim.com – Banyak yang membayangkan senangnya bisa menerima transferan dari pihak tak dikenal (salah transfer) ke rekening pribadi.
Terlebih jika dana itu besar, namun siapa sangka kasus salah transfer seperti ini bisa berujung ke hukum. Jadi jangan senang dulu.
Lalu apa yang harus dilakukan jika mendadak menerima transferan dari pihak tak dikenal?
Kasus salah transfer dana kembali menjadi perhatian masyarakat pada akhir tahun 2021 dan akhirnya nasabah pun digugat oleh bank yang bersangkutan karena menggunakan uang yang bukan miliknya.
Indah Harini, nasabah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, diketahui telah menggunakan uang yang diterimanya selama periode 2019 hingga 2020. Pihak BRI mengaku telah memberi notifikasi kepada Indah, namun tidak ada respons, sehingga gugatan pun dilayangkan kepada Indah.
Apa yang dialami oleh Indah bukanlah hal baru. Sebelumnya kasus salah transfer memang sudah beberapa kali terjadi, dan ada aturan yang menjadi landasan hukum untuk meninjau dan menyikapi kasus tersebut.
Merujuk kepada Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, kasus salah transfer bisa berujung kepada hukum pidana jika nasabah yang rekeningnya menjadi sasaran transfer menggunakan uang yang bukan haknya.
Pasal tersebut berbunyi:
Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Mengacu kepada pasal di atas, nasabah yang menerima dana dari kesalahan transfer wajib untuk segera memberi tahu pihak bank. Kewajiban itu ditegaskan oleh Pasal 1360 KUH Perdata yang menyebutkan:
Barang siapa secara sadar atau tidak, menerima sesuatu yang tidak harus dibayar kepadanya, wajib mengembalikannya kepada orang yang memberikannya.
Pihak bank yang bersangkutan pun diwajibkan untuk bisa menyelidiki dan membuktikan kesalahan transfer dana sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana yang berbunyi:
Dalam hal terjadi keterlambatan atau kesalahan Transfer Dana yang menimbulkan kerugian pada Pengirim Asal atau Penerima, Penyelenggara dan/atau pihak lain yang mengendalikan Sistem Transfer Dana dibebani kewajiban untuk membuktikan ada atau tidaknya kesalahan transfer dana tersebut.
Dengan kata lain, dalam kasus penggunaan dana dari kesalahan transfer, kewajiban hukum sebenarnya tidak hanya dibebankan kepada nasabah, melainkan juga pihak bank yang menjadi Penyelenggara Sistem Transfer Dana.
Ditambah lagi, di Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 disebutkan juga tentang aturan perihal kekeliruan transfer dana antar nasabah. Dalam pasal itu, disebutkan:
Penyelenggara wajib melakukan perbaikan paling lambat 1 (satu) Hari Kerja setelah diketahui terjadinya kekeliruan tersebut.
Dari pasal-pasal yang disebutkan di atas, diketahui bahwa nasabah sebagai Penerima dan bank sebagai Penyelenggara Pengirim memiliki tanggung jawab masing-masing dalam kasus kesalahan transfer dana.
Lantas, bagaimana dengan hukum yang mengatur aktivitas transfer dana yang berlangsung antara Pengirim dan Penyelenggara Penerima Asal?
Menurut Pasal 1 ayat (15) UU Transfer Dana, Penyelenggara Penerima yang menerima instruksi transfer akan melakukan pengaksepan (acceptance) yang menunjukkan bahwa adanya persetujuan untuk melaksanakan atau memenuhi isi Perintah Transfer Dana dari Pengirim Asal.
Akseptasi tersebut berlaku sebagai sebuah perjanjian yang sah dan mengikat, dan pengaksepan tidak dapat ditarik kembali secara sepihak tanpa adanya persetujuan dari Pengirim Asal dan Penyelenggara Penerima sesuai dengan aturan yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata.
Selanjutnya, Pasal 1 ayat (15) Jo Pasal 17 UU Transfer Dana mengatur bahwa apabila Penyelenggara Pengirim Asal (bank yang diigunakan Pengirim untuk melakukan transfer) telah melakukan pengaksepan, syarat-syarat akseptasi yang diatur Pasal 1 ayat (15) UU Transfer Dana pun dianggap telah terpenuhi.
Ditinjau dari dua sudut pandang hukum terkait nasabah penerima dana dan bank sebagai pihak Penyelenggara Transfer Dana, pada dasarnya kedua belah pihak diwajibkan untuk menginisiasikan upaya tertentu saat terjadi kesalahan transfer.
Pihak Penerima yang menyadari adanya kesalahan transfer yang masuk ke dalam rekening miliknya diwajibkan untuk segera melapor kepada pihak bank terkait seperti yang Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
Sementara itu, pihak bank sebagai Penyelenggara Transfer Dana diharuskan untuk memberikan bukti kesalahan transfer secara transparan dan segera mengeluarkan tindakan saat kesalahan transfer itu terjadi sesuai dengan aturan dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. (*)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 21 Jan 2022
Bagikan
rumah
9 hari yang lalu
apln
6 bulan yang lalu