Rabu, 10 Juli 2024 08:15 WIB
Penulis:ifta
JAKARTA, Halojatim.com – Kerugian besar kini sedang didera oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Kredit bermasalah menjadi biang dari kerugian besar dari lembaga keuangan di bawah pembinaan Kementeriaan Keuangan Republik Indonesia ini.
Kerugian besar ini terus terakumulasi sejak 2019 sampai 2023.
Akibat buruknya kualitas pembiayaan dan piutang, selama periode 2019-2023 akumulasi kerugian LPEI mencapai Rp25,14 triliun.
Laporan keuangan LPEI tahun 2023 mengungkap berbagai fakta menarik terkait kinerja perusahaan yang dibentuk di era pemerintahan Presiden Bambang Yudhoyono pada tahun 2009 ini.
LPEI atau Indonesia Eximbank ini mencatat kerugian Rp4,69 triliun (2019), lalu tahun 2020 dan 2021 perusahaan mampu meraih untung masing-masing Rp398,22 miliar dan Rp402,28 miliar.
Sayangnya, setelah itu nilai kerugian LPEI terus membesar. Tahun 2022 merugi Rp3,14 triliun dan puncaknya pada tahun 2023 mencapai Rp18,11 triliun.
Efek dari kerugian besar dan kredit bermasalah jumbo, aset LPEI terus tergerus.
Dibandingkan tahun 2019 yang masih memiliki aset sebesar Rp108,70 triliun, pada tahun 2023 nilai aset lembaga ini hanya tersisa Rp51,34 triliun. Menguap lebih dari 52,7% hanya dalam 5 tahun.
Memburuknya bisnis LPEI juga terlihat dari pendapatan bunga yang diperoleh dari pembiayaan dan piutang yang disalurkan. Tahun 2023, pendapatan bunga yang diperoleh sekitar Rp4,05 triliun. Padahal tahun 2019 angkanya masih mencapai Rp7,06 triliun.
Untuk mempertahankan bisnisnya, LPEI banyak mengeluarkan dana untuk menutup kredit bermasalah melalui cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
Selama periode 2019-2024, total pencadangan yang dilakukan LPEI atas kualitas kredit yang memburuk mencapai Rp 26,41 triliun. Sementara total pembiayaan dan piutang yang disalurkan perusahaan sampai akhir tahun 2023 sebesar Rp73,82 triliun. Angka tersebut jauh menurun dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp97,80 triliun.
Dalam catatan laporan keuangannya LPEI menyampaikan bahwa per 31 Maret 2024 jumlah pembiayaan dan piutang yang mengalami penurunan nilai mencapai Rp40,09 triliun. Jumlah itu terdiri dari pembiayaan dan piutang rupiah Rp24,75 triliun dan Rp25,14 triliun dalam Dolar Amerika Serikat.
LPEI telah membentuk CKPN atas pembiayaan dan piutang pada 31 Maret tahun ini sebesar Rp28,12 triliun.
Seperti halnya lembaga pemerintah lainnya, LPEI juga ikut mendapatkan suntikan dana pemerintah melalui Penanaman Modal Nasional (PMN). Di antaranya pada pada periode 2015 dan 2016 LPEI memperoleh PMN masing-masing sebesar Rp1 triliun dan Rp4 triliun.
Lalu ditahun 2018 pemerintah kembali menginjeksi LPEI dengan PMN sebesar Rp2,5 triliun.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (1/7), Direktur Eksekutif LPEI Riyani Tirtoso mengusulkan tambahan PMN sebesar Rp10 triliun pada tahun ini.
Dana itu, kata Riyani akan digunakan untuk pengembangan kapasitas program Penugasan Khusus Ekspor (PKE) dan membuat program baru yang dibutuhkan para eksportir.
“Jadi PMN yang diajukan sebesar Rp10 triliun adalah untuk menambah kapasitas lima program existing, yaitu trade finance kawasan non tradisional, UKM, alat transportasi, industri farmasi, dan alat kesehatan dan kami juga menyediakan empat program baru yaitu industri pangan, offshore financing, penjaminan, dan asuransi,” ujar Riyani Tirtoso dalam pertemuan itu.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh trenasia pada 10 Jul 2024
Bagikan